Kamis, 24 Oktober 2019

Jumat, 06 September 2019

Minggu, 25 Agustus 2019

Rabu, 14 Agustus 2019

Selasa, 28 Mei 2019

Kamis, 18 April 2019

FIRST TIME MENJADI JASTIPER


Halo, selamat sore teman-teman, semuanya! 😉

Long time no see and I miss you so much. Berapa bulan nggak hadir di blog ini? Huh, sudah lama sekali, kan? Sepertinya ada banyak cara untuk tidak membuatku produktif dalam menulis. Salah satunya ketika pikiranku terdistraksi oleh hal-hal diluar perkiraanku. Semacam aku memang sudah harus mengalaminya di usiaku saat ini, tetapi aku masih menyangkalnya. Yups, benar sekali, apalagi kalau bukan aku merasa something happen with my heart. Tapi, itu akan menjadi cerita yang panjang dan tidak bisa aku ceritakan disini.

So, kali ini aku akan bercerita tentang pengalamanku menjadi seorang jastiper. Berbekal kelonggaran waktuku di awal bulan Maret, aku ternyata memantapkan diri untuk membuka jasa titip buku. Oiya, sebelumnya aku sudah bercerita lewat akun instagram milikku. Terbatas? Iya, memang. Karakter tulisannya kan dibatasi. Kalian bisa cek: disini

Waktu itu aku membuka jastip untuk event Ngayogbook yang diselenggarakan oleh Togamas Kotabaru dan Togamas Affandi, lokasinya di Yogyakarta. Eventnya dimulai tanggal 1-3 Maret 2019, hanya tiga hari saja dengan diskon 30%. Aku sudah iklan melalui sosial media yang aku miliki sejak pertengahan Februari, supaya calon penitip bisa siap-siap uangnya, hehe. Lalu, suatu malam, aku di-mention sama akun @bukumojok yang ikut mempromosikan jastipku. Setelah itu, akunku jadi ramai. Hwaaa, thank you Buku Mojok.

Baca juga: Tentang Menjadi Seorang Jastiper

Pengalaman jastip pertama kalinya ini berkesan untukku. Ada suka dan dukanya. Tapi banyak sukanya, wkwk. Senang kalau sudah bisa bermanfaat buat teman-teman diluar Jogja yang nggak bisa datang ke event ini. Terima kasih teman-teman yang sudah percaya bukunya aku belikan. Semoga nggak kapok yaaa. Sempat down karena kecerobohanku dalam menangani komunikasi. Aku tidak mengabari salah satu costumer-ku gara-gara setiap kali mau ngabari aku dikejar koordinasi kegiatan di kampus. Beruntungnya costumer tersebut masih mau memaklumiku. Maaf dan terima kasih. 😊

Nah, aku mau menyampaikan beberapa hal kalau teman-teman mau membuka jastip:
1. Harga jastip terjangkau
Sebelum menetapkan harga jastip, teman-teman harus menyesuaikan dengan barang yang akan dititip. Dalam kasusku, aku membuka jastip untuk buku, aku memberikan harga berkisar 5rb-8rb. Oiya, jangan terlalu murah dan jangan terlalu mahal. Teman-teman harus mempertimbangkan akses ke lokasinya, parkir, tenaga (makan/minum). Jangan lupa setelah jastip masih ada jaskim alias jasa kirim barang ke tempat si customer, hehe.

2. Promosinya gencar
Teman-teman bisa minta tolong sehabat, teman, keluarganya buat mempromosikan jasa titip kita. Salahku kemarin adalah tidak meminta tolong teman-temanku untuk mempromosikan, karena apa? Teman-temanku sedikit sekali yang suka dengan buku. Hanya ada beberapa dan aku malas menghubungi, *maapin aku*, jadilah aku mempromosikan melalui media sosial yang aku miliki. Beruntung waktu itu aku dapat promosi dari Buku Mojok, ya Rabb.. mimpi apa aku 😭 terharu~

4. Update terus!
Berhubung yang biasa nge-jastip orang-orang jauh, penting banget untuk update: barang apa saja yang dijual, berapa harganya + kalau ada diskon, dan tentu saja, kapan ke tempat belinya. Ini menjadi hal penting untuk costumer tetap percaya dengan jasa yang kita tawarkan.

5. Komunikasi itu penting!
Bukan cuma komunikasi sama dia aja yang penting, komunikasi sama costumer juga penting! *lha kok baper 😓*, menjadi seorang jastiper memang harus pantengin hape berlama-lama, apalagi kalau berhadapan dengan costumer yang slow respon, kitanya tetap harus fast respon, kenapa? Karena disini kita menyediakan jasa, dimana mereka inginnya diberikan jasa atau pelayanan yang baik.
Itu sedikit tips buat teman-teman yang pengen buka jasa titip, semoga bermanfaat yaaa! 😉 Anyway, ada yang pengen aku sampaikan ke teman-teman tentang membuka bisnis jasa, jelas beda jauh dengan bisnis produk. Meski harus menyediakan jasa/produk yang baik, tetapi tantangannya lebih berat pada bisnis jasa. Jasa itu berkaitan dengan pelayanan, bagaimana memberikan pelayanan terbaik kepada costumer. Yaps, jasa itu berkaitan dengan pengalaman, yang hanya bisa dirasakan ketika kita menggunakan jasa tersebut.

So, teman-teman juga harus siap mental juga yaaa ketika ada costumer yang ngambek atau komplain ke kita. Sebisa mungkin kita harus sabar menghadapinya, karena yang kita tawarkan adalah jasa. :D

Sudah pernah nge-jastip? Coba cerita di kolom komentar, yuk! 😁

Rabu, 20 Februari 2019

Jumat, 15 Februari 2019

[REVIEW BUKU]: KAMBING & HUJAN – SEBUAH AJAKAN HARGAI PERBEDAAN

Judul Buku :  Kambing & Hujan
Penulis :  Mahfud Ikhwan
Penyunting :  Achmad Zaki
Penerbit :  Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
ISBN :  978-602-291-027-5
Tebal  Buku :  374 halaman
Terbit : Cetakan pertama (Mei, 2015)

SINOPSIS :
Miftahul Abrar tumbuh dalam tradisi Islam modern. Latar belakang itu tidak membuatnya ragu mencintai Nurul Fauzia yang merupakan anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, seagama tidak membuat hubungan mereka tidak baik-baik saja. Perbedaan cara beribadah dan waktu hari raya serupa jembatan putus yang memisahkan keduanya, termasuk rencana pernikahan mereka.

Hubungan Mif dan Fauzia menjelma tegangan antara hasrat dan norma agama. Ketika harus diperjuangkan melintasi jarak kultural yang rasanya hampir mustahil mereka lalui, Mif dan Fauzia justru menemukan sekelumit rahasia yang selama ini dikubur oleh ribuan prasangka. Rahasia itu akhirnya membawa mereka pada dua pilihan: percaya akan kekuatan cinta atau menyerah pada perbedaan yang memisahkan mereka.

“Novel yang menarik dan mengalir, enak dibaca.” – Ahmad Syafii Maarif, tokoh Muhammadiyah
“Bernilai sastrawi sekaligus ‘dokumentasi sosial’ yang berharga.” – Hairus Salim, budayawan Nahdlatul Ulama
“Sangat bagus. Counter atas narasi yang ingin menyeragamkan Islam dari persinggungannya dengan tradisi lokal sekaligus counter atas urban-sentrisme.” – Ronny Agustinus, pengasuh situs Sastra Alibi
“Bukan hanya asmara, tapi juga sejarah sebuah kampung, kehidupan sosial-politik, lengkap dengan tradisi keagamaan dan aspirasi modern.” – Zen Hae, penyair, kritikus sastra
“Kisah sepasang kekasih melawan kemustahilan; terpilin dalam rajutan sejarah, hubungan sosial, dan persaingan paham agama.” – Darmanto Simaepa, kandidat Ph.D. Antropologi Universitas Leiden
“Saya sangat menyarankan Anda untuk membaca novel ini.” – Wahyu Adi Putra Ginting, kritikus sastra, redaktur Mediasastra.com

REVIEW :
Amazing! Saya tidak berhenti bergumam ketika membacanya. Novel ini seperti mempunyai daya magis untuk menarik saya agar tetap membacanya sampai akhir. Berawal dari review seorang booktuber panutan saya: Sophia Mega (teman-teman bisa cek blog-nya di link tersebut), akhirnya saya mencomot satu buku ini di perpustakaan. Hmm, saya belum beli karena baru beli buku lain. 😭

First impression saya sewaktu pertama kali mendengar judulnya adalah “heh? apa hubungannya?”, jelas tidak ada hubungan antara kambing & hujan, sebagaimana paham kita sehari-hari, tetapi jika kita amati makna antara kambing & hujan, keduanya adalah simpulan dari novel ini. Menarik! 😍

೦೦೦೦೦

Novel setebal 373 halaman ini bercerita tentang Miftahul Abrar (Mif) yang hendak melamar kekasihnya, Nurul Fauzia (Zia). Dua-duanya adalah anak dari dua tokoh pemuka agama di Centong---sebuah desa di daerah Jawa Timur. Baik Mif maupun Zia, sama-sama mengutarakan maksudnya kepada orang tuanya masing-masing. Dan, jawabannya, baik Pak Kandar ataupun Pak Fauzan, merasa keberatan akan hal tersebut.

Mif pun tidak berhenti untuk meminta restu dari bapaknya, begitu pula Zia. Dari sinilah, gerbang masa lalu itu terkuak. Kedua orang tuanya ternyata menyimpan masa lalu yang kelam dan berliku. Is (sebutan untuk Pak Kandar) dan Mat (sebutan untuk Pak Fauzan) adalah dua orang sahabat semasa remaja. 

Waktu itu, tahun 60’an, Is dan Mat menimba ilmu di SR (Sekolah Rakyat) yang diperuntukkan siswa di desa untuk menimba ilmu. Selepas SR, keduanya berpisah, Is tidak melanjutkan sekolahnya karena tidak memiliki biaya. Sedangkan Mat, yang keluarganya berkecukupan, melanjutkan sekolahnya ke Jombang. Meski Is tidak bersekolah, ia tetap belajar sendiri sembari menggembala kambing, sementara Mat pun memperdalam ilmunya kelak saat pulang dari pondok ia akan membaginya dengan Is.

Suatu ketika, Cak Ali datang ke Centong. Kedatangan Cak Ali diterima dengan baik oleh masyarakat Centong. Cak Ali pun sedikit demi sedikit mengajarkan ilmu agama disana. Hal ini menurut Is merupakan kesempatan bagus untuk belajar agama, yang kemudian dia menjadi murid Cak Ali. Tetapi, alangkah kecewanya para orang tua ketika mengetahui adanya perbedaan dari Cak Ali, dia sholat Subuh tanpa qunut, cara dzikirnya berbeda, dan doa-doa yang dibacanya. Cak Ali, Is, dan beberapa temannya dianggap menyesatkan, sampai pada suatu hari mereka diusir dari masjid dan menyebabkan terbelahnya dua masjid. Cak Ali, Is, dan teman-temannya dengan masjid Utara, sedangkan akhirnya, Mat (Pak Fauzan) diminta meneruskan masjid Selatan. 

Perbedaan tersebut juga akhirnya membelah pandangan masing-masing masjid, masjid Utara dengan pandangan NU (Nahdhlatul Ulama) dan masjid Selatan dengan pandangan Muhammadiyah. Dan, sampai 40 tahun kemudian, pandangan tersebut masih sama. Masih membelah antara dua masjid. Antara dua sahabat; Is dan Mat.

೦೦೦೦೦

Dikemas dengan gaya bahasa yang puitis, ceritanya membuat saya tersentuh dan terharu. Novel ini fiksi, tetapi terasa seperti membaca sejarah. Menurut saya, novel ini terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari, mungkin karena saya orang desa? 😂 Dan, karena keluarga maupun saudara saya pun berada dalam dua pandangan tersebut, sehingga saya belajar keduanya. Jadi, saya yakin kalau teman-teman belajar kedua pandangan itu, akan merasakan kesamaannya ketika membaca buku ini.

Menggunakan alur flashback, ceritanya tetap dapat dinikmati secara mengalir. Dan juga, menggunakan sudut pandang orang ketiga, sehingga pembaca dituntut untuk jeli, karena pada setiap bagian, sudut pandang tokohnya selalu berganti. Kadang menggunakan sudut pandang tokoh Is, terkadang menggunakan sudut pandang tokoh Mat. Berganti-gantian seperti sedang didongengkan oleh beliau-beliau, hehe.

Cerita yang dihadirkan pun dipaparkan secara runtut, dari awal sampai akhir. Mulai dari pengantar cerita, konflik cerita, penyelesaian, hingga penutup cerita semuanya disusun dengan pas. Dari segi kisah Mif dan Fauzia bisa mendampingi kisah Is dan Mat bersamaan, kedua-duanya berpadu dengan lengkap, sehingga membentuk cerita yang utuh.

Kekurangannya bagi saya hanyalah font yang digunakan, pada pembuka cerita---yang kemudian pada halaman 243 dilanjutkan lagi---terjadi perubahan font. Saya mengira itu masih menggunakan sudut pandang Is atau Mat, ternyata sudah menggunakan sudut pandang  Mif.

Dari novel Kambing & Hujan, ada beberapa pelajaran yang dapat saya petik, diantaranya :
  1. “Pernikahan itu melibatkan dua pihak. Dua keluarga. Jikapun bapakmu atau ibumu tidak ada masalah, kita juga harus mengira-ngira apakah kamu atau keluargamu disukai atau tidak.” – sebuah nasihat dari pak Kandar untuk Mif mengingatkan saya akan pernikahan, meski sejatinya yang menikah itu terjalin antara calon pria maupun calon wanita, tetapi keluarga juga tidak boleh dikesampingkan.

  2. “Menjadi orang Islam modern itu bukan berarti mengabaikan semua hal yang tidak masuk akal, tahu kalian? Apalagi akal kalian yang cuma seupil itu! Berpikiran maju itu tidak berarti hal-hal yang berasal dari masa lalu itu kemudian diabaikan! Apa kedatangan Jibril di Gua Hira itu masuk nalar? Seberapa besar nalar kalian, mau menalar agama dan semua ciptaan Allah? Apa makhluk gaib itu bukan makhluk? Bagaimana kalau rumah kalian dirusak? Kalau ayam diusik saja mematik, apalagi jin.” – ujar Pak Guru Mahmud ketika Cak Ali, Is dan teman-temannya menebang pohon mahoni seenaknya. Disini sebenarnya saya setuju, bahwa percaya pada jin itu tidak diperbolehkan, tetapi bertindak seenaknya terhadap tempat tinggal jin juga tidak patut dilakukan, semestinya kita tetap memohon perlindungan-Nya, karena bagaimanapun jin dan manusia sama-sama ciptaan-Nya.

  3. “Menyajikan kopi kepada tamu itu baik, tapi tentu saja jangan dengan menyiramkannya ke muka” – ucap Mas Ali ketika menasihati Mat. Betul, ditengah-tengah masyarakat kita yang belum sepenuhnya paham tentang ilmu agama, sudah seharusnya kita sebagai umatnya untuk mengajarkan ilmu tersebut secara pelan-pelan dan sedikit demi sedikit.

  4. “Karena taklid jenis baru ini, beberapa orang jadi lebih keras dari seharusnya. Mereka buta, atau membuta. Mereka sulit membedakan mana yang benar-benar urusan agama mana urusan organisasi. Mereka menyamakannya. Mereka memandang tujuan, cara, dan sarana dengan cara sama. Misalnya, untuk bisa sampai ke Telogo Ombo, kita bisa lewat jalan depan masjid itu. Pakai apa? Kita bisa naik sepeda motor, bisa naik sepeda pancal, tapi bisa juga---kalau mau sehat, misalnya---jalan kaki. Sekarang coba bayangkan tentang orang yang tidak mampu membedakan mana Telogo Ombo, mana jalan yang harus dilewati, dan pakai apa dia menuju sana. Semua disamakan begitu saja. Dan akhirnya, main mutlak-mutlakan. Mereka menolak sama sekali baha untuk sampai ke Telogo Ombo, kita bisa ambil jalan memutar, ada juga jalan pintas lewat kebun-kebun di belakang Masjid Selatan itu, dan bahkan kita bisa tempuh lewat udara---wong sekarang ada helikopter.” – Pakde Anwar kepada Mif. Nasihat ini mengena buat saya, kenapa? Karena disinilah seperti inti dari perbedaan itu, sebenarnya kita tahu bahwa kita ini satu; Islam. Hanya saja kita terlalu sering membeda-bedakan pandangan dengan menjatuhkan satu sama lain, padahal intinya kita tetap sama.
Overall, saya puas sekali dengan novel Kambing & Hujan dan saya merekomendasikan novel ini untuk masuk dalam daftar bacan kalian. Wajib!!! Haha 😅 Saya memberi 5 bintang dari 5 bintang, very recommended book!

Ditunggu review selanjutnya, ya. See you, guys! 😉

BEST QUOTES
“Is, bagi sebagian besar dari kami, seperti kambing dan hujan–sesuatu yang hampir mustahil dipertemukan.” (hal. 222)

"COVER TERBARU"
Source : Google

Minggu, 10 Februari 2019

[REVIEW BUKU]: RESIGN! – CUNGPRET-CUNGPRET METROPOLITAN

Judul Buku :  Resign!
Penulis :  Almira Bastari
Editor :  Claudia Von Nasution
Penerbit :  PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN :  9786020380711
Tebal  Buku :  288 halaman
Terbit : Cetakan ketiga (Februari, 2018)

SINOPSIS :
Kompetisi sengit terjadi di sebuah kantor konsultan di Jakarta. Pesertanya adalah para cungpret, alias kacung kampret. Yang mereka incar bukanlah penghargaan pegawai terbaik, jabatan tertinggi, atau bonus terbesar, melainkan memenangkan taruhan untuk segera resign!
Cungpret #1: Alranita
Pegawai termuda yang tertekan akibat perlakuan semena-mena sang bos.
Cungpret #2: Carlo
Pegawai yang baru menikah dan ingin mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi.
Cungpret #3: Karenina
Pegawai senior yang selalu dianggap tidak becus tapi terus-menerus dijejali proyek baru.
Cungpret #4: Andre
Pegawai senior kesayangan sang bos yang berniat resign demi menikmati kehidupan keluarga yang lebih normal dan seimbang.
Sang Bos: Tigran
Pemimpin genius, misterius, dan arogan, tapi dipercaya untuk memimpin timnya sendiri pada usia yang masih cukup muda.
Resign sebenarnya tidak sulit dilakukan. Namun kalau kamu memiliki bos yang punya radar sangat kuat seperti Tigran, semua usahamu akan terbaca olehnya. Pertanyaannya, siapakah yang akan memenangkan taruhan?

REVIEW :
Pertama kali melihat novel ini, saya harus mengakui bahwa saya tertarik membaca karena warnanya menyita perhatian dan judulnya menggelitik, hehe. Saya awalnya tidak tahu kalau buku ini sudah lebih dulu diterbitkan di Wattpad, baru tahu setelah teman saya cerita (maaf, saya memang tidak pernah baca Wattpad). Jadilah, ini novel Wattpad ke-3 yang saya baca sekaligus novel metropop pertama yang saya baca.

೦೦೦೦೦

Novel ini bercerita tentang cungpret (kacung kampret) yang berlomba-lomba untuk resign di pergantian tahun. Bermula ketika Alranita dibuat menangis oleh bosnya sendiri karena harus kembali revisi laporan, kemudian pada 10 menit selanjutnya bosnya mengajak Alranita untuk meeting diluar kantor, mau tidak mau Alranita pun mengikutinya.

Beberapa hari setelahnya, rapat besar diadakan, kali ini tidak hanya dengan Tigran saja, melainkan dengan Dewa Bos. Didepan Dewa Bos, Tigran terlihat baik dan membela kinerja anak buahnya. Tetapi, gara-gara typo mengharuskan proposal diperbaiki dan Rara kebagian jatah untuk memperbaikinya, yang artinya Rara juga harus lembur---lembur bersama bos. Dari sinilah kedekatan Tigran dan Rara bermula, karena setelah lembur---yang awalnya Tigran memaksa Rara untuk diantar pulang---justru mereka berdua nonton bioskop. 

Lain dari Tigran dan Rara yang seringkali adu mulut, tim Tigran yang terdiri dari Mbak Karen, mas Andre dan Carlo adalah tim yang solid. Solid akan kekesalannya terhadap bos. Mereka semua sudah terkena sikap arogan dan semena-mena bosnya, Mbak Karen sendiri sudah berulang kali terkena damprat oleh Tigran, makanya di bulan ke-enam dia sudah berusaha untuk resign. Sedangkan mas Andre, dia yang selow, tidak ada masalah dengan bos, hanya saja dia ingin resign karena pekerjaannya terlalu menyita waktu. Sementara si Carlo, sudah berusaha resign, namun diselamatkan oleh HRD-nya dengan mutasi tim.

Dan, mereka semua adalah tim yang solid dalam hal gosip-menggosip akan bosnya sendiri. Mulai dari kecurigaan mereka dengan bosnya yang sangat workaholic sampai kecurigaan mereka dengan status bosnya, apakah dia duda? MBA? Atau cerai? Dan semua jawaban terbayar tuntas ketika Sandra---karyawan baru yang bergabung di tim Tigran---mengatakan bahwa Tigran belum menikah.

೦೦೦೦೦

Novel ini menggunakan alur maju, meski ada beberapa dialog yang menceritakan masa lalu. Tetapi menurut saya itu tidak termasuk flashback. Bahasa yang digunakan pun sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari khas kota metropolitan.

Membaca novel ini membuatku geregetan sampai ketawa-ketiwi sendiri. Geregetan kalau sudah membaca bagian Rara dan Tigran saling adu mulut dan ketawa-ketiwi di bagian pergosipan mereka yang seolah-olah memang mulut perempuan itu khas banget dengan gosip.

“Lembur itu mindset. Kalo ngerjainnya fokus, kamu cuma perlu waktu sebentar kok.”
– Tigran (hal. 28)

Oiya, saya juga belajar untuk menghargai diri sendiri ketika bekerja, dalam bekerja kita mungkin sudah mengerjakan dengan sepenuh hati, tetapi saat hati kita mengatakan tidak nyaman dengan pekerjaan tersebut, bukankah lebih baik resign? Meski secara tidak langsung juga seperti mengikuti stereotipe bahwa generasi milenial adalah generasi yang suka berpindah-pindah pekerjaan, tapi apa boleh dibuat? Mengantisipasi stres akan pekerjaan itu juga perlu, lho! #pembelaan 😂

Kekurangannya dari novel sebenarnya dari segi relationship-nya, dimana saya merasa bahwa love-hate relationship yang dibangun kurang terasa greget. Bagaimana mungkin dari sebegitu bencinya bisa berubah menjadi cinta? Hal itu yang kurang dijelaskan di novel ini. Kemudian, yang menjadi kekecewaan saya adalah cerita resign itu sendiri, yang hanya dibahas sedikit sekali dibagian akhir cerita.... Hmmm 😔

Tetapi, overall, novel ini seru sekali. Saya tetap menikmati jokes-jokes yang ada didalam novel. Saya merekomendasikan novel ini untuk teman-teman yang mencari bacaan ringan dan cerita yang mudah dipahami. Untuk novel Resign, saya memberi 3 bintang dari 5 bintang. See you! 😉

Beberapa kutipan dari novel Resign! Yang saya ambil dari instagram @almirabastari:

Kamis, 31 Januari 2019

[REVIEW BUKU]: hellogoodbye - Memaknai Pertemuan dan Perpisahan

Judul Buku :  hellogoodbye
Penulis :  Ayuwidya
Penerbit :  Penerbit Qanita (PT Mizan Pustaka)
ISBN : 978-602-9225-52-5
Tebal  Buku :  160 halaman
Terbit : Cetakan I (Juni, 2012)

SINOPSIS :
Hidup adalah rangkaian persimpangan,
tempat manusia bertemu dan berpisah

Indah, seorang diplomat yang bertugas di KBRI Korea. Dia menikmati kesendiriannya. Tanpa ikatan, tanpa teman. Kala sebuah tugas mewajibkannya menjaga Abi, seorang pelaut Indonesia yang jatuh sakit di Korea, Indah keberatan. Apalagi Abi seorang pria menyebalkan, rewel, susah didekati, dan banyak tuntutan. Indah melakukan tugasnya setengah hati. Mencatat kondisi kesehatan Abi, berkonsultasi dengan dokter, dan mengawasi asupan obatnya. Bisa dibilang Indah sebagai babysitter Abi yang tak mau mendengar semua saran dari dokter dan dirinya. Seakan pria itu memang ingin mati.

Indah tak sabar menunggu kedatangan kapal yang akan membawa Abi pergi dari hidupnya. Namun, lambat laun, kedua hati yang beku itu meleleh. Memunculkan luka-luka yang tersembunyi. Luka-luka yang kemudian mereka bagi dalam kesunyian. Dan tatkala hati mulai tertambat, perpisahan pun tak terelakkan .... Akankah hidup mereka bersimpangan kembali? Ataukah perjumpaan mereka hanyalah persimpangan sementara yang takkan kembali?

Sebuah kisah tentang perjalanan.
Kadang hidup tak harus sampai tujuan yang diinginkan untuk terasa indah.
---Rio Dewanto

Novel yang mengisahkan perjumpaan dan perpisahan. Dan bagaimana sebuah persimpangan hidup bisa mengubah sepotong hati.
---Atiqah Hasiholan

Dari ribuan perjumpaan dan perpisahan, ada satu yang bisa mengubah hidup seseorang. Memesona!
---Kenes Andari

REVIEW :
Saya tahu buku ini karena sudah menonton filmnya lebih dulu. Saya kira film tersebut adaptasi dari novel ini, ternyata kebalikannya, novel ini adalah adaptasi dari film tersebut. Padahal cover buku ini sudah ditulis: berdasarkan skenario Titien Wattimena, haduh, saya kok nggak ngeh, wkwk.
Ohiya, sebelumya saya juga pernah membahasnya di instagram saya. Waktu itu saya sedang mengikuti challenge 30 Hari Bercerita, kalau penasaran bisa cek instagram saya: @wardhinaaa.

೦೦೦೦೦

“Hidupku dimulai waktu Ibu melambaikan tangan, waktu dia melepasku pergi dari rumah, kalau kamu?” tanya Abi
“Nggak tahu,” jawab Indah, singkat.
“Nggak tahu? Katanya kamu selalu punya tujuan dalam hidup.”
“Hubungannya sama pertanyaan kamu yang tadi?”
“Gimana kamu bisa sampai tujuan kalau kamu nggak tahu titik awalnya?”
Kini, aku yakin di mana titik awal itu. Di sini. Di tempat pertama kali aku melihat dia. Mungkin sekaligus tempat terakhir kali aku bisa melihatnya. Jadi, bagaimana aku harus menyapanya saat aku berdiri di titik akhir sekaligus titik awal ini? Hello? Goodbye?

೦೦೦೦೦

Kutipan diatas adalah sepenggal prolog dari novel ini. Bercerita tentang sebuah pertemuan dan perpisahan yang singkat. Bermula ketika Indah sedang bertugas menemani ibu-ibu pejabat yang sedang berlibur. Bagi Indah itu membosankan, karena kebanyakan dari mereka ingin berkeliling kota Busan, tapi ujung-ujungnya minta diantarkan ke pusat perbelanjaan. Indah tidak menikmati penempatan kerjanya di kota ini, karena tidak seperti apa yang dia bayangkan. Dia lebih banyak diam, jika lelah dia bercerita dengan memainkan boneka hanji-nya atau terkadang bercerita dengan Mbak Puri (teman se-apartemen sekaligus teman kantornya) tetapi tidak banyak yang diceritakan.

Suatu ketika, Indah diminta Pak Viktor---atasannya---ikut ke pelabuhan. Sesampainya disana, ada seorang ABK yang sedang sakit dan terpaksa harus dirawat. Karena ABK itu seorang WNI, dia menjadi tanggungjawab KBRI dan Indah kebagiaan untuk mengurusinya. Mau tidak mau Indah menyanggupinya, meski dalam hati ia mengeluh: berurusan dengan orang sehat saja menyebalkan, bagaimana berurusan dengan orang sakit?

Setelah itu, Indah lebih sering berkunjung ke rumah sakit untuk mengecek kondisi ABK itu, yang kemudian diketahui bernama Abimanyu, panggilannya Abi. Seorang ABK yang divonis terkena penyakit jantung. Abi adalah seorang yang keras, terlihat dari garis wajahnya dan perangainya. Dan kemudian terbukti, ketika Abi memarahi suster karena tidak mau minum obat dan dia keukeuh bahwa dirinya baik-baik saja.

Indah pun terus menerus mendekati Abi---bukan karena keinginannya---melainkan karena tugasnya untuk mendapatkan informasi tentang Abi. Indah yang dingin berhadapan dengan Abi yang keras kepala. Membuat mereka lebih banyak berdebat daripada mengobrol. Tetapi lama-lama mereka berdua akhirnya melebur, Abi merasa bersalah karena terus bersikap keras terhadap Indah, sedangkan Indah tidak tega melihat Abi. 

Hingga kemudian pertemuan itu membuat keduanya saling belajar satu sama lain. Dari Indah, Abi belajar tentang sebuah tujuan. Sedangkan dari Abi, Indah belajar tentang menikmati sebuah perjalanan. Pertemuan itu juga membuat keduanya saling memiliki perasaan yang tidak dapat diungkapkan, tetapi dapat mereka rasakan. Meskipun mereka sama-sama tahu, pada akhirnya hanya ada satu jalan untuk mereka: berpisah.

“Dari awal, kita memang cuma punya satu pilihan setelah semua ini selesai. Berpisah.” – Abi kepada Indah (hal. 145)

౦౦౦౦౦

Novel ini sangat sederhana. Sama seperti filmnya yang sederhana. Tetapi makna yang ingin disampaikan penulisnya sangat bisa dipahami oleh pembaca dengan mudah, baik secara tersirat maupun tersurat.

Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama yang bertumpu pada tokoh utamanya, Indah. Dengan alur maju, pembaca diajak untuk menyelami cerita dari awal hingga akhir tanpa ada bagian cerita di masa sebelumnya. Bahasa yang digunakan pun sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, hanya saja bagi saya terkesan kaku dan dingin, apa ini efek dari karakter kedua tokoh utama ya? 😅

Kekurangannya novel ini tidak menjelaskan bagaimana masa lalu Indah hingga membentuk Indah yang sendu, cuek, dunianya hanya mengenal warna hitam dan abu-abu. Dan juga, tidak menceritakan bagaimana masa lalu Abi sampai mengalami sakit jantung. Sehingga novel ini hanya menceritakan apa yang terjadi pada saat itu saja.

Tidak banyak yang dikembangkan di dalam novel ini. Meskipun kita tahu kebanyakan novel pasti lebih mengupas bagaimana jalan cerita, emosi, dan lain sebagainya, tetapi novel ini tidak. Menurut saya, hanya beberapa bagian, salah satunya bagian perasaan indah ketika Indah melihat Abi kesakitan. Di dalam novel diceritakan bagaimana perasaan Indah yang sebenarnya, tetapi ketika di dalam film hanya terlihat iba.

Endingnya pun sangat tidak terduga. Saya mengira keduanya akan dipersatukan, tetapi dugaan saya meleset. Baik pembaca maupun penonton, disajikan ending yang epic, yang membuat kita sebagai penikmat karya ini untuk menyimpulkan apa ending yang tepat untuk kisah ini, sad ending-kah atau happy ending-kah?

Overall, saya tetap menikmatinya baik novel maupun filmnya. Jujur, betapa pertemuan dan perpisahan sebenarnya sangat dekat dengan kita, tetapi kita tidak pernah benar-benar menyadari hal tersebut. Dari Abi dan Indah saya belajar bahwa terlalu fokus dengan tujuan itu tidak baik, terlalu menikmati perjalanan pun tidak baik. Keduanya mesti imbang.

Beberapa adegan dalam film hellogoodbye :


Source : Google

Saya merekomendasikan novel dan film ini buat kalian yang membutuhkan tontonan/bacaan yang ringan. Baper, tapi tidak menye-menye. Romantis, tapi tidak bikin eneg. Singkat, tapi bermakna. Wah, saya jadi puitis begini gara-gara baca novel ini sekaligus nonton filmnya, wkwk. xD Saya memberi 3,5 bintang dari 5 bintang. Ditunggu review selanjutnya, ya. See ya! 😉

QUOTES TER-EPIC
 “Emangnya kamu mau seumur hidup jadi ABK?”
“Nggak terlalu aku pikirin. Terlalu fokus sama tujuan suka bikin kita lupa nikmatin perjalanan.”

Senin, 14 Januari 2019

Hello 2019

Selamat sore, teman-teman semuanya! 😉

Halo, sudah lama tidak menulis di blog ini. Rasanya untuk bisa konsisten itu susah sekali. Harus membiasakan diri untuk bisa menulis disela-sela kesibukan yang melanda. 

Aduh, kok aku jadi puitis begini, ya? Oiya, selamat datang di tahun 2019. Sudah setengah bulan, tetapi saya baru hadir disini. Baiklah, tidak apa-apa. Jujur, kalau boleh cerita, saya pengen cerita.