Senin, 03 Juli 2017

[REVIEW BUKU]: RAKSASA DARI JOGJA - DWITASARI

Selamat malam semuanya! Kali ini aku datang dengan tema review lagi, yuk langsung simak ^^
---RAKSASA DARI JOGJA---
LIHATLAH KE ATAS. TEMUKAN CINTA.
Judul buku: Raksasa Dari Jogja
Penulis: Dwitasari
Penerbit: PlotPoint Publishing (PT Bentang Pustaka)
Tebal buku: 270 halaman
Tahun Terbit: November, 2012 (Cetakan Ketiga)

SINOPSIS :
Bianca tidak kenal cinta. Satu hal yang ia pelajari dari kedua orang tuanya bahwa cinta itu omong kosong. Ia tumbuh bersama kisah yang dibentuk dari air mata mamanya, makian dan pukulan papanya. Apa itu yang namanya cinta?

Bianca tidak paham cinta. Tapi, dinding kamarnya penuh dengan cerita-cerita tentang itu. Buku-buku itu seperti peta ke ranah fantasi bagi Bianca. Sebuah tempat asing, tempat Joshua mungkin tinggal di dalamnya.

Bianca tidak percaya cinta. Saat satu-satunya lonceng pemanggil ke arah sana telah direnggut sahabat terbaiknya. Joshua telah direbut Letisha. Belahan hatinya memilih pergi dengan belahan hatinya yang lain.

Bianca tidak punya cinta. Dengan itu ia pergi ke Jogja. Di kota itu seorang raksasa lembut mencoba memperbaiki remuk hatinya. Mencoba mendekapnya untuk mengembalikan lagi kehangatan hati. Tapi apakah Bianca masih bisa percaya bahwa cinta bukan hanya bahan jualan penulis-penulis saja?

REVIEW :
Buku ini adalah karya pertama dari kak Dwitasari. Aku pertama kali dengar nama kak Dwitasari itu dari film pertamanya—Cinta Tapi Beda—eh ternyata aku malah sudah follow twitternya juga 😃 *nggak sadar, hiks.

౦౦౦౦౦

Buku ini bercerita tentang Bianca Dominique, remaja yang mempertanyakan tentang cinta. “Setiap manusia butuh cinta? Butuh jatuh cinta? Lalu, apa salahnya jika tak jatuh cinta? Bukankah jatuh itu sakit?... (hal. 4).” Diam-diam ia mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dia melihat sendiri, bagaimana kondisi keluarganya, Papanya yang begitu temperamen, seringkali mendaratkan pukulan ke Mamanya, sedangkan Mamanya sendiri terlalu lemah untuk melawan.

Bianca juga mempunyai sahabat yang bernama Letisha, yang memiliki kesamaan nasib. “Bukankah manusia selalu nyaman pada hal yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya?” (hal. 17). Kepada Letisha, ia menumpahkan segala cerita dan air mata. Namun, semuanya berubah ketika sahabatnya sendiri merebut cinta pertamanya, Joshua. Bianca semakin takut akan cinta. Baginya, cinta hanyalah mimpi.

Bianca memilih untuk melanjutkan kuliah di Jogjakarta. Sekaligus meninggalkan kepenatannya di Jakarta. Di Jogjakarta, Bianca tinggal bersama Bude Sumiyati dan Kevin, sepupunya yang sudah dianggapnya sebagai kakak. Bianca juga dipertemukan dengan laki-laki yang tidak biasa, karena memiliki tinggi yang melebihi orang normal, ia menyebutnya sebagai ‘Monster’. Pertemuannya menghadirkan berbagai konflik, yang akhirnya menyadarkan Bianca tentang pertanyaannya akan cinta selama ini.

౦౦౦౦౦

Dari buku ini aku belajar tentang mencintai, tersakiti dan pengorbanan. Membaca cerita keluarga Bianca, membuatku sedih sekaligus gemas sendiri, apakah laki-laki itu selalu bersikap kasar dan perempuan itu selalu lemah? Mengapa laki-laki seenaknya menginjak-injak perempuan, sementara perempuan dengan polosnya berusaha mempertahankannya? Namun, pada akhirnya, ketika sudah tak sanggup lagi memikul beban, Mamanya menyerah dan mengorbankan semuanya.

Sementara membaca kisah Bianca dan Gabriel, aku ikut merasa terobati, bahwa tidak semua laki-laki itu kasar dan seenaknya sendiri. Masih ada laki-laki yang menyediakan kehangatan untuk perempuan. Dibalut dengan kejadian-kejadian lucu yang mempertemukan mereka berdua, aku cukup menikmati novel ini, kadang aku dibuatnya sedih, kadang aku dibuatnya ketawa, saat membaca logat Jawa yang banyak dipakai Vanesa, sahabat Bianca saat kuliah di Jogja.

Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga, meski begitu pembaca tetap diajak untuk menyelami cerita dengan gaya bahasa yang ringan, sehingga mudah untuk dipahami. Aku suka konsep desain cover-nya, warna-warni tetapi tetap menyatu dengan judulnya. Ditambah dengan tagline “Lihatlah Ke Atas. Temukan Cinta”, kemudian bagian bawahnya ada gambar perempuan bertemu dengan laki-laki dengan tinggi yang tak biasa. Cukup menggambarkan detail novel ini.

Kekurangan pada novel ini, pada beberapa kalimat terdapat typo, aku menemukannya dibagian menulis nama kampus Bianca, awalnya Universitas Wiyata Yudhistira, tetapi dibagian lembar berikutnya menjadi Universitas Wiyata Mandala. Kemudian, karena setting tempatnya di kota Jogja, ada beberapa logat daerah yang nggak diberi terjemahan ke bahasa Indonesia dibagian foot note novel ini, sebagai orang Jawa aku paham dengan kalimat itu, tapi buat orang luar Jawa dan nggak familiar dengan bahasa itu, mungkin bingung cari di kamus 😅 But, that's no problem!

Over all, aku merekomendasikan novel ini buat kalian semua. Memang novel ini masuk kategori teenlit, tapi penulis mengangkat cerita yang berbeda dari novel teenlit lainnya, aku mengapresiasinya dengan memberi 3 bintang untuk novel ini, and next.. ditunggu review novel karya Dwitasari lainnya ya!

THE BEST QUOTES : 
"Apa gunanya rasa sakit dalam mencintai? Untuk tahu arti bahagia yang sebenarnya. Bahagia ada karena kita tahu rasa sakit."
(hal. 132)

Sabtu, 01 Juli 2017

[REVIEW BUKU]: GARIS WAKTU - FIERSA BESARI

---GARIS WAKTU---
SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA
Judul buku: Garis Waktu
Penulis: Fiersa Besari
Penerbit: Mediakita
Tebal buku: 212 halaman
Tahun Terbit: 2016

SINOPSIS :
“Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu.
Maka, ikhlaskan saja kalau begitu.
Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.”

REVIEW :
Buku ini merupakan karya pertama dari seorang penulis bernama Fiersa Besari (yang akrab disapa sebagai “Bung”). Pertama kali denger namanya.. aku kira dia itu cewek, eh ternyata cowok. Maap maap, Bung!😂

Awalnya, Bung Fiersa ini hanyalah menganggap tulisannya sebagai curahan hati yang dia tulis di sosial media, seperti Facebook, Twitter, Blogspot. Lalu muncullah ide untuk mengumpulkan tulisan tersebut dan menyusunnya menjadi buku. Dari ide tersebut, dia merajut kembali cerita yang sudah ada, dipadu padan dan direlasikan. “Garis Waktu” terpilih sebagai judul karena mampu merepresentasikan titik-titik peristiwa penting sang ‘aku’ dengan ‘kamu’.

Pertama kali baca buku ini, aku mengira kalau buku ini adalah novel. Ternyata bukan! Kalau menurutku, ini semacam prosa yang dirangkai dengan alur yang sudah disusun rapi. Dalam buku ini, penulis menggambarkan tokohnya menggunakan sudut pandang orang pertama, membuat pembaca seperti diajak untuk merasakan hal yang sedang dibaca.

Ketika masuk pada bab pertama (yang dituliskan dengan istilah “tahun”), kita disuguhkan dengan masa-masa perkenalan dan debar-debar dalam dada. Dan ketika debar dalam dada itu mengalahkan logikamu, cerminmu seperti mengejek, “Makan itu cinta” katanya puas (hal. 16). Memasuki bab kedua dan sampai akhir, kita akan diajak menyelami masa-masa menanti, kasmaran, dan patah hati, lalu menyembuhkan luka serta mengikhlaskan. Buku ini tidak hanya mengemas soal ‘aku’ dan ‘kamu’ semata, tetapi juga mengemas tentang keluarga dan sahabat.

Tulisannya menyentuh, menyayat hati, sekaligus membuat perenungan. Emang buku ini bikin baper, tapi bapernya bukan menye-menye. Pemilihan kata yang tepat dan penggunaan kosakata yang mudah dipahami, menjadikan buku ini sebagai bacaan yang ringan.

Aku suka sama konsep desain sampul yang clean dan kesan fotografi-nya juga memberikan nilai tambah dalam buku ini. Dipadu dengan tagline “Sebuah Perjalanan Menghapus Luka”, membuat kepincut setiap orang yang tertarik dengan buku ini dari sampulnya, termasuk aku, haha😅

Over all, buku ini recommended banget untuk kamu yang suka bacaan yang puitis sekaligus galau, wkwk 😂 Dari buku ini, aku suka banget sama bagian mengikhlaskan, soalnya pengalaman #eh maksudku karena itu berkesan sekali, melepaskan sesuatu yang memang bukan ditakdirkan untuk kita itu berat dan menyakitkan, tapi terlepas dari itu, ada banyak hikmah yang kita dapat, setidaknya beban dalam hatimu berkurang. Duh, jadi baper gini-____-

Aku kasih 4 bintang untuk buku ini, and the next.. karya kedua dari Bung Fiersa sudah menanti untuk di-review; Konspirasi Alam Semesta.

THE BEST QUOTES
“Darimu aku belajar menjadi lebih baik.
Denganmu aku belajar untuk melakukan yang terbaik.
Tanpamu aku belajar untuk memperbaiki.”
(hal. 167)