Selasa, 14 April 2020

Buku-Buku Berkesan Tahun 2019

Halo, selamat malam semuanya! 

Lama sekali tidak menulis blog membuat saya lupa bagaimana menulis blog dengan gaya santai, lambat laun selama #DiRumahAja membuat saya membiasakan diri untuk menulis kembali. Saya membiasakan diri untuk menuangkan apa saja isi kepala saya di buku harian, karena menurut saya---dan tentu saja semua orang---buku harian bisa menampung segala keluh kesah kita. Walaupun suatu saat ketika saya membacanya lagi, saya akan tertawa mengingat kebodohan diri sendiri.

Bercerita tentang satu tahun yang lalu, tahun 2019 membuat saya tidak akan melupakan perjalanan akhir tentang menyelesaikan studi. Meskipun sebenarnya baru selesai di bulan Februari tahun 2020, tetapi perjalanannya sangat terasa di tahun 2019. Saya pernah menceritakan hal tersebut di postingan sebelum ini bahwa saya bisa menyelesaikan membaca buku tepat pada akhir lalu, Desember 2019. Di awal tahun 2020 sampai saat ini saya masih mencoba untuk membiasakan diri membaca buku, huh.. rasanya berat bagi saya meninggalkan dunia karya ilmiah! L

Saya teringat dengan target tumpukan buku yang harus saya selesaikan di tahun ini, karena beberapa buku saya pinjam tetapi belum saya selesaikan. Astagfirullah, tolong besok-besok jangan dipinjami buku ya, gaes! Anaknya nggak tau diri gini. Selama #DiRumahAja saya berusaha menuntaskan buku bacaan saya dengan mengutamakan buku yang dipinjam dulu, baru berganti dengan buku-buku pribadi.

Sebelum itu, di postingan ini saya ingin me-review buku-buku yang menemani perjalanan selama tahun 2019. Beberapa ada yang sudah di-review, tetapi ada juga yang belum. Bukunya apa saja? Berikut ini daftarnya:

  1. Rules Of Love – Panduan Cinta No Baper Baper Club
    Buku karya mbak Esty Dyah Imaniar menjadi buku paling berkesan. Buku yang membuat perjalanan saya di tahun 2019 semakin berwarna karena buku ini merupakan buku self-improvement pertama yang saya selesaikan sekaligus menjadi obat bagi diri sendiri. Saya senang sekali sewaktu menuntaskan membaca buku ini, saya tidak kecewa ketika memutuskan random buying waktu berjalan-jalan di Gramedia. Justru saya bersyukur pernah melakukan random buying dan mendapatkan buku ini. Sangat bermanfaat sekali bagi saya! 
    Review tentang buku Rules Of Love disini: [REVIEW BUKU]: RULES OF LOVE - PANDUAN CINTA NO BAPER BAPER CLUB 

  2. Kambing & Hujan
    Satu buku karya Mahfud Ikhwan yang teracuni oleh salah satu booktuber favorit saya. Waktu menonton review bukunya saya jadi tertarik untuk membacanya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari dan membaca buku tersebut. Amazing! Membacanya saya ikut bergumam berkali-kali. Terlebih cerita ini secara tidak langsung masih dapat ditemui dalam lingkungan sekitar kita. Banyak sekali yang hal yang saya dapatkan dari buku ini. Puas dan senang!
    Review buku Kambing & Hujan disini: [REVIEW BUKU]: KAMBING & HUJAN - SEBUAH AJAKAN HARGAI PERBEDAAN 

  3. Hellogoodbye – Ayuwidya
    Buku yang diangkat dari sebuah film dengan judul yang sama. Buku ini menjadi pembuka tahun 2019, saat itu. Saat itu saya sedang mengunjungi perpustakaan daerah untuk meminjam buku, karena sedang ingin membaca buku ringan, akhirnya saya memutuskan untuk meminjam buku ini. Saya mengetahui buku hellogoodbye justru setelah saya menonton filmnya. Saya mengira dulu filmnya dibuat berdasarkan bukunya, ternyata terbalik. Film dulu, baru buku. Baik film maupun bukunya, menurut saya sarat makna sekali!
    Review buku tentang hellogoodbye disini: [REVIEW BUKU]: hellogoodbye - Memaknai Pertemuan dan Perpisahan 

  4. Arah Musim
    Buku pertama yang diterbitkan dengan kerjasama oleh salah satu penerbit, Bentang Pustaka. Buku Arah Musim karya Kurniawan Gunadi atau biasa dikenal dengan sebutan Mas Gun. Buku yang bukan pertama kalinya saya baca karya beliau. Buku ini menjadi buku penutup tahun 2019. Sekaligus buku terakhir yang saya tuntaskan waktu itu. Buku yang membantu saya untuk mendewasakan diri dalam fase quarter life crisis. Belum sempat saya review, namun bagi saya buku ini berkesan untuk menutup tahun 2019.

Ke-empat buku tersebut menjadi buku paling berkesan bagi saya. Ada buku lain yang membuat saya berkesan, namun yang paling memberi dampak terhadap kehidupan saya adalah ke-empat buku itu. Senang menuntaskan berbagai buku yang efeknya bisa dirasakan secara langsung di kehidupan sehari-hari.

Tahun 2019 saya juga ingin membaca buku genre non-fiksi, tetapi saya masih kewalahan membiasakan diri dengan genre tersebut. Selama ini saya selalu membaca genre fiksi, oleh karenanya saya lebih menyukai genre fiksi daripada non-fiksi. Akhirnya saya mencoba beradaptasi dengan membaca satu buku fiksi, kemudian membaca buku non-fiksi. Harapan saya di tahun 2020 ini tentu saja ingin menyelesaikan tumpukan buku dan membaca buku lebih banyak lagi. Semoga bisa, yaaa. Semogaaa! Harus! J

Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di postingan selanjutnya. See yaaa! J

Rabu, 08 April 2020

Welcome, 2020!

Halo, selamat berjumpa lagi teman-teman! 

Selamat datang kembali di blog yang sudah lama tidak terurus ini. Tulisan terakhir saya dimuat pada bulan November 2019, sedangkan saat ini sudah bulan April 2020. Ternyata sudah lama sekali tidak produktif menulis di blog ini. Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya tidak produktif menulis, salah satu alasannya karena saya sedang mengalami writers block. Apa sih writers block itu? Nah, dalam pemahaman saya, writers block adalah suatu kondisi di mana seorang penulis kesulitan untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, ia merasa buntu sehingga ide dan gagasan yang ada di pikirannya sulit untuk dituliskan.
Sumber: Dokumen Pribadi

Dulu saya mengira kalau writers block hanya dialami oleh penulis-penulis besar, ternyata itu terjadi pada diri saya sendiri, huhu. Tentu saja saya tidak bisa menyebut diri saya sebagai seorang penulis, saya cuma tukang cerita curhat maupun curcol di media sosial, salah satunya di blog ini. Bisa dilihat ya tulisan saya hampir semuanya curhat dan curcol, termasuk tulisan ini, wkwk. Kembali ke topik, saya sebetulnya mengalami writers block karena saya sedang menulis karya ilmiah, iya.. apalagi kalau bukan skripsh*sweet, hehe. Menulis di blog seperti ini bisa menggunakan kosa kata bebas, sedangkan menulis karya ilmiah harus menggunakan kosa kata ilmiah. Saya betul-betul merasakan bagaimana perbedaan antara menulis bebas di blog dengan menulis karya ilmiah skripsi. Nah, dari situlah masalah bermula.. saya jadi jarang menulis lagi di blog, saya justru aktif menulis skripsi. Saking aktifnya saya sampai lupa kalau harus mengurusi blog. Akhirnya.. ya saya baru menulis lagi sekarang, huhu :’(

Saya tidak menyesalinya, karena memang ada hal penting yang harus saya prioritaskan. Tentu saja saya mengingat bahwa saya mengejar sesuatu yang sudah menjadi target dalam timeline waktu saya. Bagi saya skripsi menjadi suatu hal yang saya prioritaskan karena skripsi merupakan tantangan terakhir untuk menyelesaikan masa studi. Skripsi menyita perhatian saya hampir 24/7 karenanya kemanapun dan apapun keadaannya, saya tetap terus kepikiran skripsi. Memang benar, dalam hal ini saya terlalu khawatir!

Dalam postingan kali ini saya ingin bercerita terkait kegiatan saya di beberapa bulan terakhir. Saya tidak ingin menceritakan detail-nya seperti apa, karena sebetulnya setiap kegiatan yang saya lakukan akhir-akhir ini sudah saya ceritakan melalui instagram story. Meski tidak sepenuhnya saya ceritakan, karena instagram story juga memiliki keterbatasan, sehingga tidak leluasa bercerita seperti di blog.

Pertama, saya mulai menulis skripsi pada bulan September 2019, waktu itu saya sudah semester tujuh dan sudah memenuhi SKS untuk mengambil skripsi. Akhirnya, saya memutuskan untuk menulis mulai periode semester tersebut. Bulan-bulan awal mengerjakan skripsi bagi saya masih merumitkan hal-hal dasar seperti menentukan topik penelitian, menentukan objek penelitian, menentukan judul penelitian, dan yang terpenting---tentu saja akan saya ingat selalu---adalah menentukan jenis penelitian yang akan saya lakukan. Saya ingat sekali waktu itu ingin mengerjakan skripsi dengan metode pendekatan kualitatif, dimana dengan metode pendekatan tersebut saya akan lebih banyak membangun narasi/kalimat yang cenderung saya kuasai dibandingkan metode pendekatan kuantitatif. Sayangnya, dan beruntungnya, teman saya dan kakak tingkat saya menyarankan untuk menggunakan metode penelitian kuantitatif, karena setelah saya pertimbangkan kembali permasalahannya bukan karena saya menguasai metode pendekatan yang mana, tetapi ada pada permasalahan dalam objek penelitian yang sudah saya tentukan. Harus saya akui kalau hal ini saya temukan setelah bertanya pada orang-orang terdekat saya yang pernah mengerjakan hal yang sama dan---tentu saja dengan berat hati---saya memilih untuk mengubah metode pendekatan penelitian. Bagi saya, itu sangat memengaruhi kondisi psikis dan fisik saya. Psikis saya diserang dengan keraguan menentukan metode pendekatan penelitian, sedangkan fisik saya diserang oleh beberapa masalah---selain skripsi---yang terjadi waktu itu. Saya lelah dan saya mencoba berdamai dengan diri saya sendiri. 

Kedua, pada bulan awal menulis skripsi juga masih sanggup bepergian karena saya tidak ingin pusing berhadapan dengan karya ilmiah. Saya masih bisa main dengan teman saya, dengan adik tingkat saya, dan tentu saja saya masih bisa baca buku serta me-review buku. Hanya itu terjadi sampai pada bulan November 2019. Pada bulan Desember 2019, saya masih sanggup menyelesaikan membaca satu buku yang menurut saya menarik dan saya sedang dikejar oleh acara bedah buku. Pikir saya adalah bagaimana mungkin mengikuti acara bedah buku sementara saya belum membaca bukunya? Saya cuma tidak ingin melewatkan diskusi dengan penulisnya terkait isi buku tersebut. Saya salah besar! Tidak setiap orang yang datang pada acara bedah buku itu sudah membaca buku tersebut, karena itu juga terjadi pada kenalan saya (sekaligus orang yang ingin saya temui setelah acara bedah buku selesai). Wkwk, mengingat hal ini membuat saya malu sekaliii. Sekali saja, ya! xD

Setelah bulan Desember 2019, saya sudah mendapatkan data yang akan saya olah. Proses yang cepat, bukan? Tidak. Proses saya berjalan lambat karena pada bulan Januari saya beberapa kali harus menyambangi rumah sakit karena sakit yang seringkali kambuh. Ini menjadi pengingat bagi saya sendiri untuk tidak memforsir maupun memaksakan diri. Saya paham sekali dengan sakit yang saya alami, bukan karena fisik melainkan karena pikiran. Jujur, bulan Januari 2020 saya stres luar biasa karena beberapa hal diantaranya adalah ada semacam kewajiban dari pihak kampus yang harus dipenuhi sebelum lulus dan hal tersebut disampaikan dalam jangka waktu yang singkat sebelum hari-H pelaksanaan, lalu saya juga mendapatkan tantangan dari dosen pembimbing. Bagi saya tidak apa-apa, tetapi setelah saya menyadarinya, hal yang saya anggap tidak apa-apa, ternyata justru apa-apa. Saya tidak sadar kalau hal itu membuat saya kelimpungan sendiri terkait apa-apa yang harus saya kerjakan terlebih dahulu; belajar untuk mempersiapkan diri memenuhi kewajiban sebelum lulus atau menulis skrispi melanjutkan tantangan. Dua hal yang tidak mudah untuk saya hadapi dalam kurun waktu satu bulan di Januari 2020.

Tekanan makin menjadi ketika mendengar kabar kalau periode pendadaran di kampus saya dipercepat. Sehingga, seharusnya periode pendadaran dibuka pada akhir bulan Februari, ternyata dipercepat menjadi awal Februari. Saya makin menjadi dan makin tidak karuan memikirkan timeline waktu yang sudah saya tetapkan. Huh, mengingatnya saya masih ingat betapa sedihnya saya waktu itu hanya bisa menangis sepanjang malam. Ok, saya lebay, maaf! Tetapi yang harus kita tau, terkadang terlalu fokus dengan target yang ingin kita capai membuat kita lupa untuk memasrahkan segala hal pada yang diatas sana. Kita berpikir bahwa jalan hidup akan sesuai dengan rencana kita, padahal tidak.. kita cuma bisa berencana, selebihnya untuk menjalani rencana tersebut kita perlu untuk memasrahkan pada Dia, nanti kalau ternyata jalannya tidak sesuai dengan rencana.. kita sudah siap untuk menerimanya.

Kejadian-kejadian itu mendewasakan saya bahwa ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang sudah saya rencanakan. Sesederhana itu saja, tetapi saya lupa bahwa hal itu sebenarnya saya sudah pahami, hanya karena saya mempunyai target dan terlalu fokus serta ambisius terhadap target tersebut, saya lupa kuncinya adalah let it flow. Biarkan itu mengalir. Apa adanya. Tidak perlu disesali dan tidak perlu disambati. Tetapi saya juga lupa, kalau yang sulit dihadapi adalah menenangkan diri sendiri. Orang-orang terdekat saya membantu menenangkan saya, tetapi yang sebenarnya harus saya hadapi adalah diri sendiri yang sulit untuk menerima. Iya, ruang penerimaan dalam diri itu sulit dimengerti. Ada beberapa hal yang mudah untuk diterima, namun beberapa hal yang lainnya sulit untuk diterima. Akhirnya, saya mengerti bahwa yang sulit bukanlah memahami orang lain, melainkan memahami diri sendiri.

Ketiga, di bulan Februari 2020, akhirnya saya menantang diri saya sendiri untuk bangkit. Membiarkan saya melewati Januari 2020 dengan stres yang bercokol di kepala. Saya ingin meninggalkannya, tetapi saya juga ingin mengambil sisi positifnya seperti yang saya ungkapkan pada paragraf sebelum ini. Di bulan ini, saya sudah merasa tenang karena beberapa hal sudah saya lewati, pertama saya sudah memenuhi kewajiban sebelum saya lulus, kedua saya sudah menyelesaikan tantangan skripsi, hanya tinggal revisi sedikit di beberapa bagian, tetapi bukan bagian krusial. Semua sudah saya lakukan dan saya penuhi, lalu saya mendaftarkan diri untuk mengikuti pendadaran di akhir bulan Februari. Ternyata tidak sampai disitu.. saya belum tenang karena beberapa waktu sebelum hari-H pendadaran saya masih menjalani kegiatan ini-itu termasuk mengerjakan proyek penelitian dari dosen pembimbing. Hah, baiklah.. saya tipikal orang yang santai terhadap ujian. Bukan menyepelekan, hanya saya tidak ingin dibuat stres oleh ujian. Pengalihan perhatian saya tertuju pada kegiatan-kegiatan yang tidak begitu menguras otak dan tenaga. 

28 Februari 2020: akhirnyaaa, didadar!

Momen yang sebenarnya tidak amat mendebarkan, karena saya justru takut kalau deg-degan. Jadi saya terus meyakinkan diri berkali-kali untuk tetap tenang.. itu membantu saya tetap berpikir positif tentang hal yang saya hadapi. Terlebih sebenarnya saya sewaktu pendadaran saya menjawab lancar diawal dan akhir, tetapi saya blank ditengah-tengah. Hmmm, waktu itu saya sudah takut kalau saya tidak lulus. Puji syukur, Alhamdulillah.. akhirnya lulusss!

Momen pendadaran bagi saya juga melegakan. Itu melonggarkan hati dan pikiran karena sudah menyelesaikan masa studi saya, meskipun tentu saja masih terdapat revisi, tetapi beruntungnya revisi tidak banyak, hanya merubah angka dan memperbaiki tulisan, serta membuat jurnal skripsi. Sudah cukup itu saja, hanya membutuhkan waktu sedikit lama karena saya tidak kunjung menyelesaikan, wkwk dasar sayaaa~. Bukan apa-apa, setelah pendadaran saya ingin sedikit memberi hadiah pada diri sendiri dengan menggunakan waktu kosong untuk menekuni beberapa aktivitas yang terbengkalai selama menyelesaikan skripsi. Jadilah saya mengerjakan revisi dan membuat jurnal tanpa target, salah satu alasannya adalah wisuda saya ditunda karena adanya pandemi covid-19. Akhirnya, saya sedikit bersantai, tetapi lama lama keterusan. Eits, kalau sekarang sudah benar-benar selesai dengan urusan skripsi! xD

Lalu, setelah itu.. sebetulnya ini yang mau saya sampaikan.. iya, saya sedang mengalami mood baca yang bermasalah atau biasa disebut sebagai reading slump. Nah, kalau reading slump itu apa sih sebenarnya? Dalam pemahaman saya, reading slump adalah suatu kondisi di mana seorang pembaca buku tidak bisa fokus dan kehilangan mood untuk membaca buku, sehingga hal itu menyebabkan ia tidak bisa menikmati cerita pada buku tersebut. Selama menulis skripsi, hal yang saya hadapi adalah kata-kata dan kalimat ilmiah. Ini cenderung membuat saya menggunakan kata/kalimat baku dan memengaruhi daya pemahaman saya terhadap karya fiksi. Saya sebenarnya cenderung menyukai karya fiksi dibandingkan karya non-fiksi, karena terlalu lama berkutat dengan skripsi, akhirnya saya butuh waktu untuk membiasakan diri. 

Selama Maret 2020, saya mencoba untuk membaca kembali buku yang sangat ingin saya rampungkan karena saya mempunyai target mengurangi reading list. Ternyata hal itu susah saya penuhi, beberapa waktu membaca buku, namun gagal memahaminya. Akhirnya saya memilih untuk menonton drama Korea untuk membangun mood baca lagi, tapi itu juga masih gagal. Saya baca buku, saya nonton drama Korea. Drama Korea-nya selesai, bukunya tidak selesai. Huh, sebuah PR untuk diri saya sendiri, akhirnya kemarin.. saya memutuskan untuk membaca ulang buku karya salah satu penulis favorit saya. Lebih tepatnya saya ingin nostalgia karena buku tersebut punya kenangan tersendiri bagi saya. Harapan saya sederhana: semoga setelah ini saya bisa menuntaskan reading slump dan writers block. Aamiin paling serius! 

Akhirnyaaa, sampai disinilah cerita ini. Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman yang membacanya sampai akhir. Jika berkenan, teman-teman bisa meninggalkan jejak di kolom komentar sebagai bentuk dukungan terhadap tulisan-tulisan saya atau sebagai dukungan agar saya aktif menulis kembali. InsyaAllah akan saya balas satu per satu. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan sampai jumpa di postingan selanjutnya. See ya!