Minggu, 27 Maret 2016

Belanja-an Jatuh

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat malam, hujan. Terima kasih sudah menjadi bukti sore ini. Kerinduanku sedikit terobati, meski tak sengaja masih ada luka yang sedikit menganga.

Dear, hujan. Kerinduan itu obatnya adalah bertemu. Lantas, ternyata semakin lama diabaikan justru rasa itu menggerogoti. Jatuh sakit kemarin itu membuatku sadar bila segala macam hal tak bisa dibebankan ke pikiran maupun hati. Ada kalanya mereka juga harus beristirahat. Mengapa? Karena tak selamanya organ itu mampu untuk bekerja.

Dear, perahu kertas. Bersamamu ku titipkan sedikit obat rindu yang sudah ku terima. Lain kali mampir lagi ya! Tapi jangan bawa-bawa sakit yang lain. Ah! Ternyata itu tidak enak ya? Hmm.

Hari ini aku bertemu dengan beliau. Ayah. Sedikit mengobati rindu yang akhir-akhir ini menyerang. Tak enak-kan? Ya, tentu saja. Aku tidak berharap banyak. Bertemu pun sudah cukup. Jika keinginan yang lain? Lupakan saja. Anggap itu tak pernah ada dalam angan. Siapa yang akan mendukung? Justru yang lain menolaknya mentah-mentah. Tunggu waktu saja mungkin. Waktu yang akan memberi tahu mereka yang sebenarnya aku rasakan.

Tambah lagi obat penasaran yang selalu terselip. Ke rumah beliau yang mengandung istri dari ayahku. Hah! Obat penasaran justru dibayar dengan kekuatan hati menghadapi segala hal yang tak enak dirasa. Sabar. Itu yang selalu ku tancapkan dalam diriku. Apapun masalahnya: mengalir saja. Tiba-tiba kata-kata itu muncul dengan mudahnya. Ah, dari dia. Hmm. Masih saja.

Inginku yang menggebu hanyalah: ayah menghadiri sebuah pertemuan di sekolah. Ya, semoga saja hari Jum'at nanti ayah akan memberikan waktunya untuk menghadiri acara itu. Bismillah. Wish it! Hanya saja ada hal yang menyesakkan sewaktu ibu mendengar keinginanku itu: tertegun. Mungkin baginya: mengapa tidak ayahku yang sekarang saja? Basi! Dan jangan datang. Aku tidak mau. Aku menolak seketika. Aku lebih memilih untuk hadir sendiri. Tanpa ayah, dua-duanya. Mungkin dengan begitu lebih baik. Pada akhirnya, ekspresi ibu berubah untuk menyetujui keinginanku. Senang sih, tetapi tetap jadi pikiran. Ada sesuatu.

Asyik memang jika bercerita. Menceritakan sedikit cerita lama namun menyayat. Mungkin dengan begitu mereka akan tahu bagaimana perasaanku dan apa yang sudah terjadi denganku. Mengertilah wahai ayah dan ibu. Mungkin ini terlambat. Tapi tidak apa-apa. Dengan engkau tahu ku harap engkau memahami. Dan juga melepaskan sedikit beban dalam pikiran ini.

Selepas dari sana, aku memutuskan untuk berbelanja. Ya, sesuai kebutuhkanku. Untuk apa jika aku tak butuh ku beli? Membuang uang saja. Tidak penting. Hmm, ku pilih dengan cepat. Walau pada akhirnya, ada satu barang yang ku kecewakan. Tapi tidak apa-apalah. Sudah terlanjur terbeli. Dan ini peristiwa tragis: barang belanjaanku jatuh. Baik-baik jika jatuh didepan toko itu. Ternyata hanya jatuh tersangkut dibawah motorku. Dan itu ku ketahui ketika aku sudah mendatangi toko itu ketiga kalinya: pertama untuk beli kedua untuk tanya barang belanjaan itu, ketiga untuk kembali bertanya. Hahaha. Nyaris aku terlihat seperti orang bodoh dan tolol. Tapi aku hanya bisa menertawai diriku sendiri. Stupid people. Dasar pikun! -_-

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.