Sabtu, 16 April 2016

Sadari!

Yang sakit adalah ketika kamu berusaha untuk bertahan. Namun.. bagaikan dihapus secara perlahan olehnya. Bukan kamu prioritasnya. Bukan kamu andalannya. Bukan kamu penghiburnya. Bukan kamu!

- catatan dini hari, dikala sepi, edisi introspeksi diri -

Sabtu, 09 April 2016

Ujian Nasional VS Ujian Hidup

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat malam, tanpa hujan. Beberapa ini tidak dapat ku nikmati rintik airmu. Mengapa kau tak datang? Apa sudah saatnya kau pergi dan berganti musim? Lantas, siapa yang akan menggantikanmu nanti? Embun-kah?

Dear, hujan. Realitas kehidupanku dimulai. Sebenarnya, selama ini memang kita dalam dunia yang realistis, tapi kali ini kita harus lebih realistis. Memutar otak untuk mencari diri kita sendiri. Mau jadi apa kita? Mau seperti apa kita? Mau bagaimana kita? Dan mau yang lain yang harus kita lakukan. Selama ini, mau itu hanya sekedar keinginan atau harapan dalam diri. Tapi kali ini, mau itu harus diwujudkan.

Dear, perahu kertas. I'll find my stream. Lulus dan cari penghidupanku sendiri. Nggak sendiri sih, kan ada saudari sesama muslim juga. Tapi tetap saja. Hidup kita yang jalani. Kita yang ambil action. Kita yang terima resiko. Orang lain hanya memberi masukan, sesekali mengomentari. Layaknya tidak ada kerjaan!

Ujian Nasional baru saja selesai kemarin, alhamdulillah. Sukses. Dan dalam waktu kurang lebih satu bulan, akan jadi pengangguran atau sudah punya pekerjaan? Semoga saja cepat dapat pekerjaan. Ujian Hidup? Ya beda tipis sama Ujian Nasional, bedanya Ujian Nasional itu pelajaran dulu baru bisa Ujian Nasional, sementara Ujian Hidup itu dapat Ujian Hidup dulu baru bisa dapat pelajaran.


Take action. And yes! I WILL. Aku siap menghadapi dunia. Diumurku yang memasuki 18 tahun ini, aku akan membuat perubahan. Tidak lagi menengok masa lalu. Sekali menengok hanya untuk mengambil pelajaran. Bukan mengulanginya lagi. I WILL! Dan segala kesakitan yang selama ini ku rasakan. Hhh, aku akan merebahkanmu sejenak. Istirahat baik-baik ya. Terima kasih penyadarannya. Aku tahu bagaimana harus bertindak.

Sebelumnya, lama aku terdiam dan merenungi apa yang harus ku lakukan. Bagaimana aku harus bergerak? Hhh, dan semua itu hanya melelahkan dalam pikiran. Mengapa? Karena kita tidak mencoba menggantungkan harapan dan segala tindakan dengan Dia. Barangkali manusia itu membuat kesalahan ataupun merasa dirinya mampu. Hmm, disitulah letak ketidaksadaran manusia. Termasuk aku. Astagfirullah. Kembali pada Dia, yang akan memberi jalan sampai akhir nanti. OK, I WILL!!

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Minggu, 03 April 2016

ADA

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ada juga yang terdiam, lalu entah mengapa ingin sekali memendam.
Ada.
Padahal kesempatan bicara selalu berpihak padanya.
Apa yang kamu tahu tentang itu?
Hay, kawan.
Entahlah apa ini..
Aku juga tidak mengerti.
Entah mengapa, saat didekatmu.. keinginanku untuk membuka pembicaraan selalu saja runtuh.
Selalu saja gagal dalam membangun pembicaraan yang menyenangkan.
Ataupun sapaan yang hangat.
Kadang kala, aku hanya bisa tersenyum melihatmu dari kejauhan tanpa tahu alasannya.
Atau mungkin karena luka masa lalu itu yang menyebabkan kita seperti ini.
Entahlah.
Aku juga tidak tahu.
Yang jelas keinginan untuk selalu bersamamu itu hadir setiap waktu.
Setiap kali aku mengingat kalian, my best.
Semoga cepat kembali..
Kembali dalam kebahagiaan yang padam.
Selalu ada keinginan untuk selalu berbicara jujur dan terbuka.
Ada.

With you: IRLA :)

-----------------------------------------------------

Cerita lampau tak habis untuk dibahas. Mengapa demikian? Cerita lampau mampu menghadirkan kenangan atau mungkin menghadirkan sebuah pengalaman. Ada juga yang mampu menghadirkan pelajaran. Semuanya tidak akan habis diingat. Memori otak selalu bisa mengabadikan hal-hal yang harus dikenang dan juga hal-hal yang harus dibuang. Selalu begitu :')

Ada yang ingin mengungkapan. Tapi, keinginan itu tak pernah bisa tersampaikan. Dan ketika keinginan itu pupus, memendam adalah cara yang tepat untuk mengungkapkan diwaktu yang tepat. Ingatlah: Ada. Ada orang yang akan menyampaikan sesuatu. Biarkan waktu menjawab segala tanyanya yang belum bisa aku ungkapkan ini. Bagai kembang api yang membutuhkan api, aku memegang satu api dan dia memegang satu api. Impas. Ia memegang tanya. Aku memegang jawab. Keduanya tidak akan bertemu bila tak berusaha untuk mempersatukan diri. Mencari celah.

Waktu itu: ada. Ada yang ingin menyampaikan. Mengungkapkan. Tapi belum kesampaian. Sampai saat ini.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jumat, 01 April 2016

Pada Akhirnya.

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat malam hujan, dua hari lengkap sudah dengan rintik air-mu. Meski tidak terlalu deras, tapi mampu membasahi tubuh ini. Hujan, sampaikan perahu kertasku ini.. pada akhirnya, aku sudah tahu jawabnya.

Dear hujan, titip lagi perahu kertas ini. Jangan pernah bosan bila aku menitipkan secarik kata diatas sebuah perahu kertas. Semoga ini jawaban yang tepat dari segala cerita yang pernah dilewati.

Rabu, 30 Maret 2016. Tepat saat itu aku harus menghadiri sebuah acara doa bersama di sekolah bersama ayahku. Tapi tidak. Tidak dengan rencana itu. Sehari sebelum acara itu terlaksana, aku membatalkannya. Alasan sederhana dimasa lalu mampu merobohkan segala keyakinanku. Dan segala hal masa lalu yang ikut terbawa untuk menjadi pertimbangan. Hujan, dosa-kah aku? Aku tidak tahu. Aku tidak bisa memastikannya. Yang jelas, masa lalu yang menyakitkan itu kembali menyeruak begitu saja. Tak pernah bisa diungkapkan dengan kata. Sekalipun diungkapkan, tak sampai kata itu meluncur dengan deras. Air mata-lah yang mampu menjelaskannya.

Kamis, 31 Maret 2016. Tidak tahu ada apa dengan sore itu. Pertanda apa yang sesungguhnya ditunjukkan oleh-Nya. Aku tidak pernah mengetahuinya. Aku hanya bisa mengjalaninya. Tepat sore itu, dibawah rintik airmu, aku menemukan sebuah keganjilan yang tak ku mengerti. Tak dapat ku artikan. Lantas aku bisa apa? Menyerah. Antara percaya itu realistis atau hanya sekedar harapanku saja. Hah! Beda tipis. Basi. Tanpa ada angin, hanya ada hujan. Tahu-tahu kata-kata itu meluncur dengan lancar. Maksudnya apa? Secuil perhatian? Hhh, hanya menambah teka-teki saja. Tak pernah bertemu kepastian. Nggantung. Justru ini bukan saat yang tepat. Sudah hampir putus asa aku menghadapi segala kerumitan kenyataan ini. Bahkan sudah memupuk dalam-dalam harapan yang pernah singgah sebentar itu. Karena aku tahu, hal yang aku impikan itu hanyalah sekadar khayalan saja. Tak akan pernah jadi kenyataan. "Suatu saat akan ada sendiri kok," singkat saja harapanku untuk membesarkan hati ini. Lupakan saja hal ini. Anggap saja tidak pernah terjadi. Harapan tidak akan pernah sama dengan kenyataan. Kebesaran harapan pun hanya akan menyakiti hati diri sendiri. Untuk apa? Tidak penting.

Pada akhirnya, aku tahu.. semuanya dalam mimpiku itu tidak akan seperti kenyataan dalam kehidupan. Segala kekecewaan itu menguatkan. Tidak terbatas pada siapa pun, dimana pun, apapun. Dan kehidupan ini telah dirancang sedemikian rupa oleh-Nya, dengan kekecewaan yang menguatkan, bahagia yang harus disyukuri. Seberapa pun dan apa pun keadaannya. Begitulah jalannya. Jalani saja. Mengalir-lah seperti perahu kertas yang diantarkan menuju peraduannya oleh hujan yang turun.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.