Kamis, 12 November 2020

Bagaimana Kamu


Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, sementara matamu enggan memejamkan diri. Pikiranmu terus saja berisik. Sudah berapa kali mencoba memejamkan mata? Sudah berapa kali mencoba menenangkan pikiran? Sudah berapa kali membalikkan badan mencari posisi agar kamu merasa nyaman dalam tidurmu? Huh.. sayangnya, semakin malam gemuruh itu semakin membuatmu gelisah.

Kamu tidak tau apa yang mengganggumu malam ini sehingga membuatmu sulit memejamkan mata dan merebahkan diri untuk beristirahat sejenak dari lelahnya hari. Kamu juga tidak mengerti mengapa hal tak terdefinisikan itu bersarang dalam benak dan pikiranmu. Dan kamu, terus bertanya: bagaimana aku bisa memejamkan mata dan merebahkan diri?

Kamu percaya bahwa hidup adalah sebuah misteri yang tidak kau tau bagaimana esok kau akan menjalaninya. Bahkan pukul 6 pagi nanti kamu juga tidak tau apa yang akan kau jalani. Kamu pun percaya bahwa hidup adalah sebuah roda yang akan terus berputar saat kau menjalaninya. Terkadang kamu berada di atas, tapi terkadang kamu juga berada di bawah. Kamu selalu percaya bahwa itu semua sudah menjadi aturannya dan kamu hanya diminta untuk menghadapinya.

Sayangnya, malam ini, tunggu.. lebih tepatnya pagi ini kamu menghadapinya dengan kerumitan-kerumitan yang tidak kau tau bagaimana caranya untuk mengurainya agar kamu bisa memejamkan mata dan merebahkan diri. Kamu terus merasa gelisah sedangkan kegelisahan itu menjadi kerumitan yang tiada ujungnya. Kamu tidak tau harus apa tetapi kamu juga tidak mau melakukan apa. Kamu hanya ingin memejamkan mata dan merebahkan diri. Itu saja.

Namun, ternyata semuanya sulit, karena berulang kali kamu mencoba untuk menghadirkan rasa kantuk di matamu dan berulang kali pula kamu gagal melakukannya. Oh, bukan gagal, mungkin lebih tepatnya belum berhasil; ucapmu kepada dirimu sendiri untuk meyakinkan diri agar kamu bisa segera menghadirkan rasa kantuk itu. Kamu tidak sedang kecewa. Kamu tidak bersedih. Kamu juga tidak sedang merasakan patah hati. Hanya saja ada perasaan tidak tenang dan membuatmu terjaga malam ini.

Detik berlalu, menit berganti, jam berubah. Kamu kesulitan untuk terus mencoba memejamkan mata dan merebahkan diri, sampai akhirnya kamu membiarkan dirimu untuk merasakan kantuk dengan sendirinya. Kamu menulis di sini. Kamu menulis di buku harian milikmu. Kamu menulis dimanapun kamu bisa menceritakan segala sesuatu itu tanpa kamu merasa tidak tenang karena kepercayaanmu tidak dikhianati dan kamu merasa aman untuk menceritakan segala sesuatu itu karena kamu didengarkan oleh sesuatu yang kamu anggap tepat. Ah, lagi dan lagi, jangan suka menyimpulkan sendiri. Kepercayaan? Omong kosong belaka!

Sudah dua puluh tahun lebih kamu hidup dalam bayangan kepercayaan. Kamu tau bahwa tidak ada jaminan kepercayaan itu utuh. Kalau tidak menjadi omongan di belakang ya menjadi bumerang untuk dirimu sendiri. Rasanya enggan menutup diri dari orang lain, tapi rasanya juga tidak ingin membuka diri terhadap orang lain. Duniamu ingin kau jaga. Duniamu ingin kau selamatkan. Duniamu adalah sesuatu yang berharga yang ingin kamu selamatkan dari masa lalu yang kelam yang saat ini terus kamu perjuangkan untuk tidak terpuruk di dalamnya. Kepercayaan menjadi barang mahal dan ketika kamu memberikannya pada sesuatu yang kamu anggap tepat tetapi sesuatu tersebut mengkhianatimu, hatimu ciut. Kamu terperosok dalam bayangan kepercayaan.

Sekuat tenaga dan sekuat hati meyakinkan diri untuk kembali percaya. Dan, kamu juga mengerti bahwa kepercayaan itu seperti kaca yang apabila dipecahkan maka tidak akan kembali utuh. Kamu bisa mempercayainya kembali, namun tidak seutuhnya. Kamu bisa memperbaikinya, namun tidak akan sama. Kamu bisa mengusahakan segala cara untuk mengembalikan, namun tidak akan pernah kembali seperti semula. Kepercayaan itu yang sedang kamu jaga dalam dirimu sendiri. Kamu tau tidak ingin dikecewakan karena kamu sudah terlalu banyak menelan kekecewaan. Kamu menjaga diri untuk tidak mengecewakan karena kamu tau rasanya dikecewakan dan kamu tidak suka rasanya dikecewakan. Kamu ingin menyelamatkan dirimu sendiri dari berbagai konflik kekecewaan yang menguras pikiran dan hatimu. Namun, sayangnya, hidup akan terus berjalan dengan kekecewaan. Kalau ada harap, pasti ada kecewa. Kalau ada suka, pasti ada duka. Kalau ada senang, pasti ada sedih. Berdampingan.

Inginmu pun begitu: berdampingan. Menemukan sesuatu yang tepat untuk berdampingan menjaga kepercayaan itu sehingga kamu bisa terlelap memejamkan mata dan merebahkan diri meskipun setidaknya untuk malam ini saja. Sekali lagi, kalau kamu ingin selamanya, kamu sudah mengerti bahwa tidak ada jaminan, selamanya itu terlalu lama dan kekecewaan itu akan terus menerus menghampiri kemudian menjadi bumerang yang menyerangmu setiap kali kamu membangun kepercayaan lagi dan membawamu pada bayangan kepercayaan yang menenangkan hatimu untuk sementara waktu. Pada akhirnya kamu juga tau: kepercayaan itu omong kosong belaka!

Di ujung tulisan ini kamu mengerti bahwa kesulitanmu memejamkan mata dan merebahkan diri adalah bisikanmu terhadap apa yang kamu upayakan dalam hidupmu. Mengantarkanmu pada kedewasaan yang rasanya terlalu melelahkan dan menyebalkan. Semesta kadang sebercanda ini mengajak makhluknya untuk memikirkan kerumitan-kerumitan hidup yang ia jalani. Juga, semesta kadang sebercanda ini mengantarkanmu pada pertanyaan selanjutnya: bagaimana aku akan membangun kepercayaanku kembali?

~

Yogyakarta, 12 November 2020 | 02.00 WIB

Sabtu, 07 November 2020