Sabtu, 12 Maret 2022

Perempuan dan Pertanyaan Kapan Nikah

PERTANYAANNYA, mengapa orang Indonesia begitu suka menanyakan, “Kapan nikah?”. Padahal, banyak dari mereka juga tahu bahwa pertanyaan itu sering kali membuat orang yang ditanya merasa kesal. Astrid Wen, psikolog anak dan keluarga, serta theraplay practitioner dari Pion Clinician, berkata kepada Kompas.com saat ditemui di Jakarta, Rabu (10/10/2018), bahwa ini ada hubungannya dengan budaya kekeluargaan orang Indonesia.
Perempuan dan Pertanyaan Kapan Nikah

Halo, selamat malam! Malam minggu kemana? Ya seperti biasa.. berada di kedai kopi dan menulis untuk blog ini. Minggu lalu kesehatan agak menurun jadi sempat istirahat untuk menulis blog, minggu ini kembali bersemangat karena sudah mulai WFO lagi. Yeay, bisa ketemu teman kerja! Jadinya nggak cuma lihat tembok kamar doang hahaha.

Kali ini pengen mengeluarkan sebuah uneg-uneg yang kebetulan berkaitan dengan “Perempuan”, sama seperti tema 1M1C untuk minggu ini.

◐◐◐◐◐

Berawal dari acara duka di rumah tetangga, tepatnya ada di depan rumah saya. Sebagaimana budaya di desa, saya sebagai seorang pemudi bertugas untuk menyambut tamu yang melayat. Menyalami, menerima barang (jika ada yang membawa barang), mengarahkan tempat wudhu bagi yang ingin melaksanakan sholat jenazah, menawarkan permen, dan memberikan makanan ringan yang sudah disiapkan. Begitulah kurang lebih tugas saya sebagai penerima tamu di acara duka.

Saya rasa tidak ada yang salah dengan acara tersebut, saya mengikuti acara sampai selesai. Sayangnya, acara yang saya rasa tidak ada salahnya tersebut ternyata tidak sesuai dengan perkiraan saya karena keesokan harinya ibu saya bercerita..

Ibu: “kemarin si Ibu A (nama samaran) itu bertanya, ‘mbak Ayu itu sudah masuk umurnya untuk menikah kan? kalau memang sudah umurnya dan mau menikah tuh mbok ya biarin nikah aja’, itu kemarin Ibu ditanya kayak gitu pas lagi masak di dapur..”

Saya: *speechless* “Sebentar.. sebentar.. masa sih di acara duka ada yang bertanya seperti itu? Maksudnya ini tuh acara duka lho, kok ya bahas pernikahan?”, saya jawab dengan nada agak kesal.

Ibu saya bercerita ketika hari masih pagi dan itu baru satu hari setelah acara duka. Rasanya seperti.. basa basinya di desa sudah separah ini ya? Sudah nggak mengenal situasi dan kondisi gitu, pokoknya kalau tau pemuda atau pemudi masih melajang di usia yang sudah cukup untuk menikah, maka otomatis akan ditanya: ‘kapan nikah?’. Hufttt, ingin tinggal di Mars saja 😢

◐◐◐◐◐

Sebagai perempuan, saya cukup sering menerima pertanyaan: ‘kapan nikah?’, pertanyaan ini datang dari teman-teman seumuran yang (katanya) bercanda maupun dari tetangga. Dimana keluarga atau keluarga besar saya sangat jarang bertanya kapan, bahkan hampir tidak pernah. Kadang memang suka lucu ya, keluarga sendiri tidak pernah bertanya, sedangkan orang lain malah bertanya. Hmmm, bukannya terbalik ya? 😅

Sudah tidak asing lagi bagi saya menerima pertanyaan: ‘kapan nikah?’, kenapa?

Kadang saya juga bertanya-tanya: kenapa?, apakah karena saya sebagai perempuan yang sudah memasuki usia cukup untuk menikah namun masih memilih untuk sendiri?. Ah, tapi bahkan sewaktu saya lulus sekolah menengah atas sudah menerima pertanyaan basa-basi tersebut. Basa-basi, katanya, rasanya ingin mengatakan bahwa basa-basi tidak perlu membahas masalah personal. Terlebih jika tidak cukup dekat dengan seseorang tersebut, basa-basinya ‘kan masih bisa membahas masalah yang lainnya. Kenapa harus membahas ‘kapan nikah’?

Sayangnya memang pertanyaan kapan nikah sudah menjadi basa-basi paling wajar yang sering kita jumpai. Masyarakat kita belum sepenuhnya memahami bahwa pertanyaan basa-basi paling wajar itu sebenarnya menyinggung perasaan seseorang. Pertanyaan kapan nikah termasuk pertanyaan personal untuk ditanyakan kepada orang lain, karena itu ketika bertanya pun membutuhkan situasi dan kondisi yang mendukung atau katakanlah waktunya sudah tepat untuk bertanya. Jika tidak, lawan bicara pasti sudah tidak mood untuk mengobrol atau bahkan selama mengobrol tidak nyaman untuk bercerita. Jadi, jika tidak cukup dekat atau tidak cukup mengenal seseorang yang sedang diajak bicara, lebih baik simpan pertanyaan ‘kapan nikah’ atau setidaknya biarkan dia cerita dengan sendirinya tanpa perlu ditanya.

◐◐◐◐◐

Pada akhirnya, satu kejadian yang membuat saya punya uneg-uneg itu bisa menjadi pelajaran untuk berhati-hati dalam berbasa-basi terhadap orang lain. Tapi sebetulnya, saya tidak pernah basa-basi masalah ‘relationship’ ke teman-teman saya, karena saya juga tidak tertarik membahas ‘relationship’. Kadang kalau kebetulan teman saya bercerita tentang pasangannya, saya cukup mendengarkan ceritanya saja. Kalau diminta memberikan pendapat, saya baru memberikan pendapat. Kalau tidak ya tidak. Saya juga tidak mau ditanya kok hehehe. Impas, kan? 😌

Pernah punya pengalaman yang sama? Yuk sharing di kolom komentar 😁👇


~

Tulisan ini diikutsertakan dalam 1Minggu1Cerita dengan tema "Wanita"

Tulisan Mingguan 1Minggu1Cerita
Share:

2 komentar:

  1. Huhu sama banget Mbak. Suka kesel sama orang-orang yang suka basa-basi yang basi begitu. Saya baru nikah setahun aja pas pulang kampung, rasanya semua orang yang saya temui pasti nanya udah hamil atau belum atau nanya kapan hamil. Pas jawab belum, ditanya kenapa belum hamil, komentar dengan perbandingan, atau pake komentar lain yang bikin gak enak hati :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebel bangettt, seolah-olah hidup diburu pertanyaan kapan huhu. Kapan nikah, kapan hamil, kapan punya anak, kapan anaknya dikasih adik hufttt, sering banget ini terjadi di lingkungan kita mbak, kayaknya emang sudah budaya nggak sih hmmm semoga generasi kita nggak kayak gitu ya mbak. Luaskan hati untuk bersabar.. semangattt mbak! :)

      Hapus