Minggu, 20 Desember 2020

Belajar

Aku tidak mau berhenti disitu.. berhenti belajar karena keadaan di masa lalu. Aku masih punya masa depan yang harus aku selamatkan. Dan, aku ingin terus belajar..


~

19 Desember 2020

Sejak sabtu malam satu minggu yang lalu ingin mencoba rutin menulis. Anggap saja sebagai rangkuman cerita selama satu minggu tentang kejadian atau hal-hal yang aku alami. Anggap saja sebagai curhat, nggak ada keharusan untuk membaca, tapi kalau mau membaca ya dibaca aja, hehe.

~

Di tengah aku sedang sibuk dengan pekerjaanku (yaaa, aku seorang pekerja sekarang), aku mencari cara untuk tidak meninggalkan duniaku: dunia membaca dan menulis. Salah satunya memang dengan cara seperti ini, menulis setiap sabtu malam karena hari liburku adalah hari minggu dan aku ingin rehat sejenak dari rutinitasku selama satu minggu. Maka, rehatku–sekaligus pelarianku–adalah menulis, hahaha. 

Aku yang satu minggu kemarin kepikiran tentang ‘dia’. Satu minggu ini aku dihadapkan oleh pemikiran tentang keluarga. Iya, masih ada kaitannya dan aku masih sibuk untuk mempelajarinya agar rasa penasaranku tuntas. Semacam ingin membuktikan ke diri sendiri bahwa tidak semenakutkan yang ada dalam bayanganku kok. Aku masih belajar memahami.

Jika sebelumnya aku menuliskan segala sesuatu yang aku inginkan tentangnya. Kini aku berpikir lebih dalam tentang keluarga. Sesuatu yang sebenarnya amat sangat aku takutkan karena aku selalu minder dengan keluarga. Bagaimana jika salah satu keluarga kami tidak merestui hubungan kami? Bagaimana jika salah satu keluarga kami tidak menyukai salah satu diantara kita? Bagaimana jika..? Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di kepalaku dan membuatku takut mengenai hal tersebut. Padahal jika dipikir-pikir ketakutan itu akan runtuh ketika nanti aku menghadapi kenyataan. Namun, sepertinya aku juga mengerti bahwa ketakutan ini berasal dari diriku dan latar belakangku. Sepenuhnya aku menyadari hal tersebut dan aku ingin belajar untuk tidak takut. Aku sudah dibesarkan dengan cukup baik, maka bolehkah aku sepantasnya mendapatkan seseorang yang layak? ☺

~

Tidak ada yang bisa dibanggakan atas diriku, selain aku adalah seseorang yang mau belajar dan berkomitmen dengan seseorang. Namun, bagiku itu sangat berat karena belajar dan berkomitmen adalah sesuatu hal yang sifatnya kepercayaan. Jadi, apakah benar-benar dia yang bersamaku nanti adalah seseorang yang bisa kupercayai dan dia bisa mempercayaiku kembali?

“Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai

semua orang daripada melupakan satu orang. Jika

ada seseorang yang terlanjur menyentuh inti jantungmu,

mereka yang datang kemudian hanya akan

menemukan kemungkinan-kemungkinan.” – M. Aan Mansyur; Pukul 4 Pagi.

Rasanya seperti apa yang diungkapkan Mas Aan Mansyur dalam puisi diatas. Iya, terkadang lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Apalagi jika seseorang tersebut terlanjur menyentuh inti jantungmu. Ini sama sepertiku dengan dia–seseorang yang kumaksud sebagai laki-laki Desember. Aku tidak ingin berharap, tetapi semakin kesini tanda-tanda itu semakin nyata. Aku tidak tau tanda itu untuk aku atau bukan, tapi aku mencoba untuk menganggap itu bukan untuk aku. Lagi, aku cuma tidak ingin berharap. Lagi dan lagi, aku krisis kepercayaan.

~

Minggu ini juga dihadapkan dengan cerita kalau sudah satu minggu aku tidak bertemu adik-adikku (anak dari kakak sepupu). Ada tiga orang anak: si kakak, si tengah, dan si kecil. Ketiganya dekat denganku karena sejak kecil aku menemaninya bermain. Si kakak yang saat ini sudah kelas tiga SMP dan baru saja pulang dari pondok karena ada yang terkena covid-19. Si tengah yang manja, walaupun kelihatannya manja tapi dia tau apa yang dia suka, karena saat ini dia sedang penasaran dengan dunia edit video untuk YouTube channel miliknya. Si kecil yang suka nge-game, seringkali ketika aku datang dia meminta pinjam handphone milikku, dan setelahnya dia bercerita mengenai apa saja yang sedang ia suka: game dan YouTube.

Malam itu, selepas pulang bekerja dan sesampainya di rumahnya saat Maghrib. Buru-buru mengambil wudhu untuk sholat bersama, lalu ketika usai mengucap salam, aku mendadak merasa melow sendiri. Kangen. Kemarin-kemarin gampang sekali bertemu dengan mereka, sekarang bertemu hanya seminggu sekali atau beberapa kali. Aku selama seminggu juga sedang sakit karena batuk dan tidak enak badan, membuatku lebih banyak istirahat di rumah setelah pulang bekerja. Ah, begini ya rasanya kangen itu? Padahal baru seminggu.. tapi rasanya melow sekali. 😭

Dari ketiganya aku belajar banyak mengenai cerita-cerita mereka. Si kakak yang mulai banyak bertanya mengenai skincare, si tengah yang senang bertanya tentang edit video, dan si kecil yang senang bercerita dan bertanya apa saja. Mendadak aku jadi merasa mereka bertambah besar dan bertambah juga pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan kepadaku. Tiba-tiba aku merasa ingin mereka jangan cepat-cepat besar dan menemukan seseorang yang bisa mereka tanya. Aku masih ingin menemaninya bertumbuh dan menjadi tempatnya bertanya apa saja. Walaupun terkadang aku juga kesal ketika mulai ditanya: Tante kok belum punya pacar? Tante kok belum ada gandengan?  Padahal aku sudah ada gandengan. Iya, gandeng tangan mereka bertiga, hahaha.

Satu-satunya hal yang bisa aku pelajari dari mereka adalah mereka mempunyai dunia yang tidak aku punyai dulu. Aku tumbuh dari keluarga yang berbeda dari kebanyakan orang, hal itu yang kemudian menjadikanku seseorang yang berbeda diantara teman-teman. Bukan berarti aku menjadikan diriku spesial.. aku hanya tidak seperti kebanyakan. Mereka adalah pembelajaran dari masa kecilku yang kurang menyenangkan, maka aku sering berharap agar ketika aku memiliki anak-anak nanti, aku ingin menemani mereka sepenuhnya. Aku ingin menjadi tempatnya bercerita dan bertanya apa saja. Aku ingin dia belajar dariku dan aku ingin belajar darinya. Aku ingin seutuhnya memilikinya.

~

Minggu ini aku juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa rantai motorku sudah minta ganti. Duh, sabar ya. Tahan sebentar lagi. Tepatnya pada Sabtu, 19 Desember 2020 pas pagi mau berangkat ke kantor, eh tiba-tiba didekat kantor rantai motorku lepas. Aku buru-buru menelepon orang kantor bilang kalau mau telat datang. Terus setelahnya orang kantor bilang suruh ke bengkel dekat tempat itu karena orang kantor waktu itu juga baru siap-siap briefing. Setelah aku datangi bengkelnya dan menunggu selama setengah jam, bengkelnya nggak segera buka dan ternyata memang nggak buka karena pas makan siang aku lewat bengkel itu masih tutup. Akhirnya, aku benerin sendiri rantai motorku. Tanganku jadi penuh oli dan kuku tanganku jadi item, tapi tidak mengapa karena tanganku berguna disaat-saat seperti itu. 

Tangan yang kadang membuatku insecure karena warna kulit tanganku yang belang dan kuku yang tidak cantik sama sekali. Aku khawatir pasanganku nanti akan malu menggandeng tanganku karena warnanya yang belang dan tidak cantik sama sekali itu. Aku cuma bisa membanggakan diriku disaat genting seperti itu tanganku berguna. Kemarin aku bisa saja menelepon dia–laki-laki Desember itu, karena jarak kantor dan rumahnya tidak begitu jauh, tapi kemudian aku berpikir bahwa aku tidak ingin merepotkan siapa-siapa. Begitulah penyakitku.

Aku tidak ingin merepotkan siapa-siapa sementara aku sedang butuh bantuan. Aku cuma bisa menenangkan diri saat genting seperti itu bahwa aku bisa menyelesaikannya. Kadang aku berpikir kalau aku terlalu mandiri, mengapa tidak meneleponnya saja kalau memang butuh bantuan? Kemudian aku berpikir bahwa aku tidak ingin menempatkan seseorang pada situasi canggung bila dia adalah orang yang kupercayai untuk membantuku. Terlebih ketika dia belum pasti untukku. Ini rumit.

Aku pernah mempercayai seseorang untuk membantuku. Aku menganggapnya sebagai orang yang sedang dekat denganku. Sayangnya, baru dekat dan aku coba percayai untuk membantuku saja dia sudah menunjukkan keengganan. Maka, dari itu kuputuskan saja untuk tidak memberitahu siapa-siapa. Aku sudah dididik mandiri sejak mempunyai motor, jadi tentang motor aku bisa mengurusnya sendiri. Juga, beberapa hal lainnya yang bisa ku urus sendiri.

Bahkan ketika nanti aku menikah, jika ada sesuatu yang bisa aku lakukan sendiri maka aku akan melakukannya. Bukan berarti aku tidak membutuhkan dia untuk membantuku, aku ingin dia membantuku dalam hal lainnya. Terkadang hal ini membuatku merasa minder, karena siapa yang mau bersama dengan cewek yang bisa apa-apa seperti tidak membutuhkan cowok?

Tapi kemudian aku berpikir bahwa aku tidak ingin bersama seseorang yang minder menghadapi kemandirianku. Aku ingin bersama dengan orang yang memandang hal tersebut tidak begitu masalah. Aku mandiri, dia mandiri, dan kita adalah pasangan mandiri, tetapi tetap saling mendukung satu sama lain. Bagiku itu cukup dan selebihnya aku bisa membicarakan hal ini dengannya.

Jadi, aku ingin menenangkan diriku sendiri untuk tidak perlu minder akan hal tersebut. Justru aku ingin pasanganku nanti bangga akan hal tersebut. Bayangkan ketika pasanganku sedang sibuk sementara aku membutuhkan bantuan dimana hal tersebut bisa aku lakukan sendiri dan aku malah meminta bantuannya. Buatku itu mengganggu dan merepotkan. Jadi, ketimbang mengganggu dan merepotkan, aku ingin berusaha sendiri.

Dan, semoga kamu juga tidak minder melihatku melakukan ini itu sendiri. Aku percaya kalau kamu sudah mengenalku, maka kamu akan memaklumi hal tersebut. Mengapa aku memilih untuk melakukan apa-apa sendiri ketimbang merepotkan orang lain. Dan memang kamu tidak perlu minder, karena kembali lagi bahwa aku tetap membutuhkanmu dalam hal lain. Bersandar di bahumu ketika lelah, misalnya. Hehe~

~

Banyak pelajaran yang bisa aku ambil selama satu minggu ini dan aku ingin terus belajar. Apalagi tentang pasangan dan keluarga, hal yang masih menjadi pr bagiku karena aku masih merasa takut terhadap keduanya. Aku tidak mau berhenti disitu.. berhenti belajar karena keadaan di masa lalu. Aku masih punya masa depan yang harus aku selamatkan. Dan, aku ingin terus belajar..

Salah satu media pembelajaranku adalah menuliskan rangkuman cerita satu minggu yang aku jalani di blog ini. Tidak bisa sembarangan cerita di sini karena ini bukan diary online, hehe. Aku hanya menuliskan hal-hal di permukaan yang bisa diambil manfaatnya saja, sementara cerita gado-gado lainnya aku tulis untuk pribadiku sendiri. Tidak mengapa, itu tidak mengurangi esensi cerita, hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar