Senin, 24 Agustus 2020

[REVIEW BUKU]: Orang-Orang Biasa – Kisah Sederhana Tentang Kota yang Naif

“Hanya orang-orang yang ikhlas yang dapat melihat kemuliaan dari pekerjaannya, Sersan. Mereka yang tak melihat kemuliaan itu takkan pernah mencintai pekerjaannya.” – hal. 22
Judul Buku:  Orang-Orang Biasa
Penulis:  Andrea Hirata
Penerbit:  PT Bentang Pustaka
Tebal  Buku:  300 halaman
Terbit:  Cetakan pertama, Februari 2019
ISBN:  978-602-291-524-9
IDR:  89.000

THE STORY

Kota Belantik adalah kota yang naif. Sebuah kota di pinggir laut yang penduduknya telah lupa cara berbuat jahat. Terkenal karena nyaris tidak ada kejahatan terjadi di sana. Namun, sesungguhnya Kota Belantik mempunyai maling-maling kambuhan dengan aneka spesialisnya. Inspektur Rojali dan Sersan P. Arbi adalah polisi yang bertugas di Kota Belantik, setiap hari mencatat di papan tulis untuk menandai kejahatan yang terjadi di kota tersebut. Namun, hari demi hari tidak menunjukkan adanya kasus kejahatan disana.

Namun, siapa sangka jika ada sekelompok orang yang merencanakan kejahatan disana? Ya, sepuluh sekawan yang terkenal bodoh di sekolah. Mereka adalah penghuni bangku paling belakang di sekolah. Terkumpul secara alami berdasarkan kecenderungan bodoh, aneh, dan gagal, sembilan anak berderet-deret di bangku paling belakang itu: Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Nihe, Dinah, dan Junilah. Lalu datanglah Debut Awaludin, bergabung dengan siswa-siswa terbelakang itu dan memimpin geng yang sering dibuli oleh Trio Bastardin dan Duo Boron. Kali ini, mereka sedang menjalankan sebuah rencana besar. Sebuah kejahatan yang tidak disangka-sangka akan terjadi di kota Belantik. Apakah kejahatan itu akan terjadi? Apakah sepuluh sekawan berhasil menjalankan rencananya?

REVIEW

Ini pertama kalinya saya menuntaskan membaca buku karya Pak Cik, Andrea Hirata. Dulu, sewaktu saya masih sekolah pernah membaca karya-karya beliau, tapi sayangnya tidak pernah tuntas. Buku ini random saya pinjam dari kenalan saya, waktu itu saya sedang menyempatkan main ke Solo dan meminjam buku ini. Thanks to mbak Lulu Khodijah! 💛

Membaca buku Orang-Orang Biasa membuat saya kembali mendalami larik-larik gaya tulisan Pak Cik yang sederhana. Sederhana dipahami dan sederhana ceritanya. Mengangkat cerita sebuah kehidupan kota yang naif beserta para tokoh yang mencerminkan kondisi kota tersebut menjadikan saya teringat dengan karya fenomenal milik beliau, Laskar Pelangi.

Keterbatasan finansial menjadi permasalahan yang secara tersurat maupun tersirat dituliskan dalam buku ini. Aini adalah anak dari salah satu geng sepuluh sekawan yang ingin melanjutkan mimpinya untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran. Sayangnya, karena keterbatasan biaya membuat mimpinya pupus dan sementara waktu memilih untuk bekerja. Kondisi ini mencerminkan kehidupan kita saat ini, dimana anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tetapi terkendala karena masalah biaya.

Tulisannya yang sederhana ditambah keunikan para tokohnya menjadikan buku ini menarik. Pak Cik menggunakan nama-nama tokoh dalam buku ini dengan nama yang unik karena mencerminkan si tokoh tersebut, sebut saja Handai yang berandai-andai menjadi seorang motivator terkenal padahal belum pernah mengisi acara motivasi, lalu Honorun yang memiliki profesi sebagai guru honorer. Begitu juga dengan tokoh-tokoh yang lainnya. 

Cerita di buku ini menggunakan sudut pandang orang ketiga dan menggunakan alur maju. Hal ini membuat pembaca diajak untuk menyelami sebuah cerita sesuai dengan waktu kejadiannya. Sesekali menceritakan kejadian di masa lalu, namun tidak banyak. Saya menyukai membaca buku ini karena pergantian setiap cerita mengalir begitu saja, jadi saat membacanya tidak terasa sudah sampai akhir cerita. Seru sekali! 😁

Ada beberapa hal yang saya sukai dalam buku Orang-Orang Biasa ini, diantaranya adalah:

  • “Anak sekolah zaman sekarang ternyata suka berkelompok berdasarkan bagaimana mereka melihat mereka sendiri, dan bagaimana mereka ingin dilihat orang lain. Yang keren, modis, cerdas, dan berbakat macam-macam punya grupnya masing-masing. Yang suka tepuk Pramuka bergaul sesama mereka, yang suka menaikkan bendera juga. Lalu muncul grup baru, yang disebut para pembuli.” – hal. 9
    Saya merasa ini sangat dekat dengan kehidupan anak sekolah, bahkan tidak jarang kehidupan anak kuliah pun begitu.
  • “Ah, Kawan, usahlah risau dalam menjalani hidup ini sebab lain waktu, lebih beruntung.” – hal. 27
    Membaca satu kalimat ini saya diingatkan lagi saat saya merasa tidak beruntung.
  • “Ada orang-orang yang dilahirkan ke muka bumi ini memang untuk berjaya. Tak peduli durjana tabiatnya, nasib senantiasa memihak mereka. segala sesuatu sulit bagi orang lain, mudah saja bagi mereka. orang lain harus bersusah payah mendapatkan sesuatu, mereka tinggal menjentikkan jari. Orang lain belingsatan mencari nafkah, mereka cincai-cincai saja.” – hal. 51
    Hm, seperti sedang menyinggung mengenai privilege. Rasanya ini benar-benar nyata dan ada di kehidupan sekitar kita. Iya, kan? 
  • “Ada pula orang-orang yang memang dilahirkan ke muka bumi ini untuk termangu-mangu memikirkan hidup yang sulit. Sepanjang hari mereka membanting tulang, bersimbah keringat, terbirit-birit mencari nafkah, utang di mana-mana, masalah tak perai-perai, keperluan tak terlerai.” – hal. 56
    Trenyuh banget pas baca ini. Saya merasa diingatkan kepada orang-orang yang ada dibawah kita.

Sayangnya, saya lumayan kecewa dengan buku ini karena halaman-halaman terakhir di buku ini berisi katalog buku-buku milik Pak Cik. Rasanya tidak masalah jika menampilkan beberapa karyanya, tapi sayang terlalu tebal untuk diikutsertakan dalam sebuah buku. Di sisi lain, saya tetap menikmati cerita dalam buku ini. Selain sederhana, ceritanya juga mengalir dan disertai humor yang bikin saya ketawa ketiwi saat membacanya. Juga, membuat saya merasa miris ketika menemukan cerita yang relate dengan kehidupan.

Kalau kamu mencari buku bacaan ringan, saya merekomendasikan buku ini. Kalau kamu mencari buku yang sederhana, saya juga merekomendasikannya. Atau, kalau kamu cari buku hiburan, saya merekomendasikan buku ini lagi, hehe. Saya memberi 3 bintang untuk buku Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata.

Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di postingan selanjutnya, yaaa! 😉👋

KUTIPAN TERBAIK

“... dalam hidup ini kita tidak selalu mengerjakan apa yang kita cintai. Namun, kita dapat belajar untuk mencintai apa yang kita kerjakan.” – hal. 22

Share:

4 komentar:

  1. Terima kasih Mb Ayu, tulisan Anda cukup menambah wawasan saya. Good.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Semoga tulisannya bermanfaat ya mas Habib xD

      Hapus
  2. Ulasan buku yang baik mbak, saya sangat terbantu mengenai gambaran buku yang ingin saya beli ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih sudah membaca ulasannya kak. Selamat membeli dan membaca buku ini ya, kak! :)

      Hapus