Selasa, 27 Oktober 2020

[REVIEW BUKU]: Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya – Rusdi Mathari

“Persoalannya, bagaimana kamu akan mengenali Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah. Sedekahmu masih kautulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu kaugunakan mencuri atau membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya.” – hal. 24

Judul Buku:  Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya
Penulis:  Rusdi Mathari
Penerbit:  Buku Mojok
Tebal  Buku:  226 halaman
Terbit:  Cetakan ketujuh, Januari 2020
ISBN:  978-602-1318-40-9
IDR: 68.000

SINOPSIS :
Buku ini mulanya adalah tulisan berseri selama dua tahun di situs web Mojok.co. Sejak kali pertama tayang, kisah sufi dari Madura bernama Cak Dlahom ini segera digemari. Dibaca lebih dari setengah juta pemirsa Mojok.co.

REVIEW :
Kali ini mereview lagi buku karya Cak Rusdi Mathari. Kalau buku-buku sebelumnya bertema sedih dan sendu, sekarang bukunya bertema komedi meskipun sebenarnya buku ini masuk kategori buku Agama. Duh gimana sih ini ngebahas agama kok dibungkus secara komedi? Penasaran, kan? Baca aja bukunya, wkwkwk. Oke, sebelum membaca bukunya sendiri, ada baiknya kalau teman-teman membaca review buku ini terlebih dahulu. Ya, kalau bukan kalian yang membaca, lalu siapa lagi? Hahaha.

೦೦೦೦೦

Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya menceritakan seorang Cak Dlahom yang dianggap kurang waras atau gila oleh orang-orang di kampungnya. Hanya ada seseorang yang menganggap Cak Dlahom istimewa yaitu bernama Mat Piti. Disaat orang-orang kampung tidak memedulikan Cak Dlahom, namun Mat Piti tetap perhatian dan peduli kepadanya.

Di kampungnya, Mat Piti sebetulnya orang yang biasa-biasa saja. Tidak melarat dan tidak kaya, tapi orang-orang mengenalnya sebagai sosok dermawan. Sedangkan Cak Dlahom adalah seseorang yang hidup sendirian. Istri tidak punya dan anak entah kemana. Pekerjaannya hanya luntang-lantung ke sana kemari. Ternyata, Mat Piti suka mendengarkan Cak Dlahom berbicara. Dia merasa sering ada pesan tertentu di balik ocehan Cak Dlahom yang belum tentu dipahami semua orang di kampungnya.

Selain Mat Piti yang peduli terhadap Cak Dlahom, ada Romlah (anak Mat Piti) yang juga ikut peduli terhadap beliau. Romlah sering mengantarkan makanan buka puasa ke rumah Cak Dlahom atau menyampaikan pesan dari bapaknya. Romlah dengan kekhawatirannya karena di usia 29 tahun masih belum menikah mencoba meminta saran kepada Cak Dlahom. Hal ini membuat orang-orang di kampungnya penasaran dengan hubungan Romlah dan Cak Dlahom. Ternyata Mat Piti, Romlah, dan Cak Dlahom memiliki suatu ikatan yang tidak diketahui orang-orang di kampungnya.

೦೦೦೦೦

Woahhh, keren parahhh! Agaknya telat sekali saya mengenal buku ini, tapi saya senang mempunyai kesempatan membaca buku ini. Genre buku ini termasuk buku agama, tapi setelah membaca tulisannya ditulis dengan gaya bahasa yang ringan, sehingga tidak kaku seperti buku Agama yang lainnya. 

Cerita di buku ini menggunakan sudut pandang ketiga dengan tokoh utama Cak Dlahom. Tokoh utama yang “nyeleneh” mampu menghidupkan cerita melalui tingkah lakunya, dialognya, maupun pemikirannya. Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini menggunakan rentang waktu selama ramadhan, terbagi menjadi dua yaitu ramadhan pertama dan ramadhan kedua. Penulis menggunakan alur maju, meskipun setiap sub-bab menceritakan persoalan yang berbeda-beda, namun jalan ceritanya tetap berkesinambungan. 

Di dalam buku ini, setiap cerita dapat diambil hikmah dan pelajarannya oleh pembaca. Tanpa terkesan menggurui, buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya menyampaikan maksud penulis kepada pembaca dengan dialog-dialog yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Terdapat satu dua umpatan dalam bahasa Jawa karena memang seperti yang tertulis di bawah judul buku ini: “kisah sufi dari Madura”. Madura yang termasuk daerah Jawa bagian Timur.

Dari buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini saya menyukai beberapa cerita diantaranya, yaitu:
  1. Ikan Mencari Air, Mat Piti Mencari Allah
    Bagian ini diceritakan bahwa Mat Piti bertanya kepada Cak Dlahom tentang keberadaan Allah. Cak Dlahom kemudian memberi jawaban seperti ini, “Karena kamu selalu bertanya dan ingin mencari Allah, padahal Allah meliputimu setiap saat. Lebih dari denyutan nadi yang paling halus yang pernah kamu dengar atau kamu rasakan.” Rasanya nyesss banget, menyentuh sekali bagi saya.
  2. Masalah Manusia Sama: Sekepalan Tangan
    Bagian ini menceritakan tentang Romlah mempunyai masalah perihal usianya yang seharusnya memasuki usia menikah dan mencoba bertanya ke Cak Dlahom. Cak Dlahom lantas membawa Romlah ke telaga dan memberikan analogi tentang air dan garam. Ada satu nasihat yang menyentuh, “Romlah, masalah dan persoalan manusia pada hakikatnya sama: hanya sekepalan tangan. Persis seperti garam yang tadi kamu genggam. Hidup bisa menjadi asin (berat) atau menyegarkan (ringan) tergantung manusia dalam menempatkan hatinya. Menjadi hanya sebatas air di gelas atau seluas air di telaga.”
  3. Mari Minta Maaf dan Telanjang Bulat
    Bagian “Minta Maaf” menceritakan tentang Dullah, orang yang pernah menjadi imam masjid dan penceramah namun memilih berhenti. Dullah bertanya bagaimana caranya kembali meyakini apa yang dianutnya dan merasakan ketenangan. Diketahui Dullah bermasalah dengan ibunya, masa lalunya belum selesai sehingga membuatnya tidak nyaman. Dullah berkata, “Saya sudah memaafkan Ibu kok, Cak.” Kemudian, Cak Dlahom menjawab, “Memaafkan itu gampang, Dul. Meminta maaf dan mengakui salah, itu yang susah. Tak semua orang mampu melakukannya kecuali orang-orang tertentu.” 

Amazing! Membaca buku ini terasa cepat namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah-kisah sederhananya. Saya lagi-lagi merasa telat mengenal Cak Dlahom karena beliau sudah meninggal dunia pada tahun 2018. Tetapi saya tetap berterima kasih bisa mengenal buku ini. Saya merekomendasikan buku ini untuk semua kalangan: orang tua, mahasiswa, dan pelajar. Saya memberi 5 bintang untuk buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya.

Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di postingan selanjutnya! 😉

KUTIPAN TERBAIK
“Musibah atau ujian apa pun mestinya bisa mengantar seseorang menjadi semakin dekat dengan penciptanya. Lewat musibah, mereka seharusnya menyadari, diri mereka fakir. Tidak punya apa-apa. tidak punya daya kekuatan apa pun di hadapan Allah.” – hal. 124
Share:

2 komentar:

  1. keren, thankyou kak review nya dan terus berkarya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, terima kasih kembali sudah mampir dan baca tulisanku! Terima kasih juga untuk semangatnya, semoga bermanfaat yaaa. Aamiin 😊

      Hapus