Jumat, 26 Juni 2020

[REVIEW BUKU]: Kapan Kamu Nikah? – Jangan Menikah! Kalau Cuman Ikut-ikutan

“Pernikahan adalah perjalanan kebaikan, perjalanan dua orang manusia untuk menuju kebaikan yang lebih utuh. Perjalanan untuk menemukan sebuah diri yang lebih baik dalam versi terbaik.” – hal. 35.
Judul Buku: Kapan Kamu Nikah?
Penulis: Sophia Mega, Arsita Hardini, Nessya Suraduhita, Putri Intifada
Penerbit: Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Tebal Buku: 196 halaman
Terbit: Cetakan Pertama, November 2017
ISBN: 978-602-6328-40-3
IDR: 42.000

SINOPSIS :
Nikah tidak segampang update status quote “Daripada tukeran cokelat, mending tukeran buku nikah” lho. Coba deh pikir baik-baik apa yang membuat kamu ingin cepat nikah. Kalau hanya ikut-ikutan, coba pertimbangkan kembali keinginan tersebut.

Daripada ngebet nikah, mending gunakan waktu berhargamu untuk belajar tentang pernikahan dan mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Kalau memang sudah pantas nikah, pasti ada jalannya kok untuk merasakan proses ijab kabul.

REVIEW :
Buku ini ditulis oleh tim kapankamunikah.com yang terdiri dari Sophia Mega, Arsita Hardini, Nessya Suraduhita, dan Putri Intifada. Para penulisnya sama-sama memiliki keresahan seputar pernikahan, hingga mereka dipertemukan dalam satu tim dan belajar dari sana. Website kapankamunikah.com adalah media belajar seputar pernikahan yang dipandu oleh mereka yang telah berpengalaman. “Dengar dari yang sudah pengalaman” menjadi semangat utamanya, karena menyadari bahwa sekadar tips atau artikel biasa belumlah cukup untuk benar-benar menjawab tentang keresahan, ketakutan, kebingungan, dan keingintahuan seputar pernikahan.

೦೦೦೦೦

Kalau dilihat dari judul bukunya seperti sedang menyindir setiap orang yang membacanya. Persis saat disodorkan pertanyaan yang sering dilontarkan orang lain kepada kita. Dulu pertama kali melihat buku ini saya dengan sinis menjawab, “iyaaa.. iyaaa.. nanti kalau nggak Sabtu ya Minggu dan kalau nggak hujan, ya.” Jawaban yang biasa dijadikan bahan candaan dengan teman, hahaha. Kemudian ketika saya membeli dan membaca buku ini saya justru tidak merasa sedang disodorkan pertanyaan itu, tetapi sebagai gantinya saya menemukan pemahaman baru bahwa ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum menikah.

Sebagian orang melihat pernikahan secara parsial atau dari sisi senang-senangnya saja. Senang bisa menemukan pendamping hidup atau senang bisa mewujudkan wedding dream. Itu semua sah-sahnya saja karena setiap orang memiliki kesenangannya masing-masing. Namun, dibalik sisi senang-senangnya pernikahan, tidak bisa dipungkiri kalau ada hal-hal yang semestinya harus dipersiapkan yaitu sisi susahnya. Setiap kehidupan pasti mempunyai masalah, begitu juga dalam kehidupan pernikahan. Daripada sibuk bertanya kapan nikah, akan lebih baik jika kita mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk menikah.

“...for getting married is not only a celebration or wearing a beautiful gown. It is a lifetime commitment.” – Anizabella Lesmana (hal. 89)

Dalam buku Kapan Kamu Nikah, fase pertama yang bisa dipersiapkan adalah mengenal diri sendiri. Sebelum memutuskan untuk menikah, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri: sebenarnya apa sih alasan kita memutuskan untuk menikah? lalu, apa tujuan dari menikah itu sendiri? Pertanyaan-pertanyaan dasar yang perlu diajukan kepada diri sendiri dan harus disiapkan sebelum memutuskan untuk menikah. Namun, tidak cukup sampai disitu saja, pertanyaan dasar dibarengi dengan mengenal diri sendiri akan membantu kita untuk memantapkan pilihan kita untuk menikah. Seperti mengenal ketakutan-ketakutan dalam diri kita sendiri.

Fase kedua yaitu fase mengatasi ketakutan. Ketakutan sebelum menikah justru membuat kita cenderung menghindari pernikahan. Ketakutan tersebut dibagi menjadi tiga hal: personal insecurity, financial insecurity, dan social insecurity. Dari ketiga hal tersebut, kita pasti mengalami salah satunya, hanya saja kadar ketakutan setiap orang berbeda-beda. Wajar jika pernikahan tampak menakutkan bagi kita yang belum menjalaninya. Kita juga bisa bertanya pada diri sendiri tentang hal-hal yang sebenarnya kita takutkan. Dengan bertanya pada diri sendiri akan membantu kita untuk fokus menemukan solusi dan berani mengambil keputusan. Kembali lagi pada diri kita sendiri, memilih untuk hidup bersama ketakutan atau get over the fear to win the one we love? Dua pilihan yang harus kita tentukan untuk mempersiapkan diri.

Fase ketiga yaitu fase mempersiapkan diri sendiri. Pada dua fase sebelumnya juga termasuk fase mempersiapkan diri sendiri, sedangkan dalam fase ketiga ini kita diajak untuk mengenal lebih dalam mengenai diri kita sendiri. Mengenal dan memahami diri sendiri tentang kekurangan dan kelebihan yang kita miliki. Setelah mengenal diri kita sendiri, kita jadi tahu masalah yang ada dalam diri kita sendiri dan membuat kita berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selanjutnya, kita bisa bersiap untuk menentukan langkah.

Fase keempat yaitu fase menuju ke pernikahan. Fase ini bukan membahas tentang resepsi, melainkan membahas tentang mempersiapkan diri sendiri beserta isinya: mulai dari kesiapan mental, ilmu yang cukup, dan fisik yang baik. Selain itu, dalam fase ini kita juga belajar untuk mengenal faktor lain selain diri sendiri, yaitu faktor eksternal seperti lingkungan sosial dan finansial. Kedua faktor itu tidak kalah penting untuk dipersiapkan sebelum menikah. 

Fase kelima dan keenam yaitu fase kehidupan pascaresepsi dan fase menjaga pernikahan. Kehidupan pascaresepsi bisa dikatakan sebagai the real of marriage life atau kehidupan yang sebenarnya dalam pernikahan. Setelah menikah, kehidupan bukan lagi tentang diri sendiri, melainkan kehidupan dua orang yang memutuskan untuk menjadi satu. Ketika ada masalah, kedua orang yang menjalani pernikahan itu harus memecahkan masalahnya untuk mempertahankan kehidupan rumah tangganya. Bagaimana cara mempertahankannya? Baca selengkapnya di buku ini, yaaa. Ada cara-cara sederhana untuk menciptakan kehidupan pernikahan yang langgeng.

೦೦೦೦೦
 
Saya sendiri membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk bisa menuntaskan buku ini, walaupun sudah pernah membacanya, tapi saya merasa perlu untuk membaca ulang. Rasanya senang sekali bisa menemukan buku ini, menurut saya buku ini masih berkaitan dengan buku Rules Of Love–buku yang saya baca tahun lalu, buku yang sama-sama membantu saya untuk mengatasi keresahan-keresahan yang saya rasakan. 

Buku Kapan Kamu Nikah dikemas dengan gaya bahasa yang ringan seperti artikel daring yang biasa kita temui, sehingga pembaca bisa memahaminya dengan mudah. Pembaca juga akan menikmati buku ini karena setiap bab membahas fase-fase mempersiapkan pernikahan secara bertahap dan mengalir. Buku ini menggunakan font color yang tidak seperti biasanya, kalau biasanya berwarna hitam, nah buku ini menggunakan font color berwarna hijau dan pink. Isinya juga dilengkapi dengan foto-foto sebagai pemanis. Jadi, kesannya terlihat fresh, eye-catching, dan tidak membosankan.

Bab tentang mengenal diri sendiri menjadi bagian menarik bagi saya, apalagi kondisi saya memang masih sendiri dan mempunyai banyak pertanyaan terkait pernikahan. Jadi saya merasa bahwa bekal ilmu yang cukup akan membantu saya mengatasi masalah yang ada dalam diri saya. Saya juga merasa beruntung menemukan buku ini karena jika membicarakan seputar dunia menikah pandangan kita selalu tertuju pada hal-hal yang manis saja. Bersyukur sekali ketika membaca buku ini saya tidak hanya menemukan hal-hal manis, namun juga menemukan hal-hal pahit. Kembali lagi pada semangat yang diusung tim kapankamunikah.com untuk belajar dari yang berpengalaman, sehingga tulisan di buku ini bukan lagi katanya, melainkan sesuai realitanya. Masih sekali lagi, hal itu membuat saya merasa bahwa pernikahan bukan tentang sisi manisnya saja (sisi senangnya), melainkan tentang sisi pahitnya juga (sisi susahnya).

Sayangnya, menurut saya, karena buku ini berjudul Kapan Kamu Nikah jadi saya berpikir pembahasannya mengenai persiapan untuk diri sendiri bukan mengenai kehidupan pascaresepsi. Meskipun itu perlu untuk dipikirkan sebelum memutuskan untuk menikah, namun agaknya kurang pas ketika judul bukunya Kapan Kamu Nikah. Atau barangkali bagi orang yang sudah menikah, judul tersebut bisa menjadi pengingat saat dulu memutuskan untuk menikah kemudian bisa belajar kembali melalui buku ini? Mungkin bisa jadi seperti itu. 

Namun, secara keseluruhan, buku ini sangat bermanfaat sekali. Saya merekomendasikan buku ini baik untuk orang yang belum menikah untuk bekal mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk menikah, maupun bagi orang yang sudah menikah untuk mempertahankan pernikahannya. Saya memberi 4 bintang untuk buku Kapan Kamu Nikah? – Jangan Menikah! Kalau Cuman Ikut-ikutan

Sampai jumpa di postingan selanjutnya, ya! 😉

KUTIPAN TERBAIK
“You don’t marry one person; you marry three: the person you think they are, the person they are, and the person they are going to become as a result of being married to you.” – Richard Needham (hal. 157)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar